MATERI AJAR
Aspek: Membaca
Standar Kompetensi
11. Memahami wacana tulis melalui kegiatan
membaca intensif dan membaca memindai.
Kompetensi Dasar
11.1.Mengungkapkan hal-hal yang dapat diteladani dari buku biografi
yang dibaca secara intensif.
Biografi adalah riwayat
hidup seseorang yang ditulis oleh orang
lain, sedangkan riwayat hidup
sesorang yang ditulis
sendiri disebut
autobiografi. Di Indonesia, kedua istilah itu sangat populer.
Biografi memang lebih banyak ditulis
daripada autobiografi. Kelebihan bografi
adalah dinilai lebih
objektif karena ditulis
orang lain.
Biografi atau riwayat hidup ditulis karena
ketokohan seseorang. Orang yang ditulis biografinya tentu memiliki kelebihan dan banyak
prestasi.
Hal-hal yang perlu
diperhatikan ketika membaca
buku biografi adalah
sebagai berikut:
1. Membaca biografi
tokoh tersebut dengan
saksama.
2. Menyarikan riwayat hidup tokoh.
Setelah membaca riwayat
hidup tokoh tersebut, maka dapat kita sarikan riwayatnya.
3. Menyimpulkan keistimewaan tokoh.
Seseorang disebut tokoh karena
mempunyai kelebihan, keunggulan, atau keistimewaan.
4. Mengungkapkan hal-hal yang dapat diteladani. Seorang
tokoh dalam perjalanan hidupnya pasti sangat menarik.
Berdasarkan keistimewaan dan cara hidupnya tersebut, kalian dapat
meneladaninya.
Berikut ini contoh ringkasan biografi
Gesang seorang maestro
di bidang seni
Gesang,
Sang Maestro yang Bersahaja
“Si Piatu,
datang menangis
ingatkan nasibnya,
nasibnya yang sangatlah malangnya. Oh, dia Si Piatu,
susah tak bertemu
ayah dan bundanya, untuk selama-lamanya ...”
SEANDAINYA bocah lelaki bernama Sutadi tidak menderita sakit-sakitan, bisa jadi jagat musik
Indonesia tak pernah memiliki
seorang maestro keroncong yang karyanya
dikenal di berbagai belahan
dunia. Dialah Gesang, komponis
kondang lagu “Bengawan Solo”,
yang 1 Oktober 2004 tepat menginjak usia 87 tahun. Barangkali memang sudah suratan
takdir. Ayahanda Sutadi yang bernama
Martodihardjo,
akhirnya mengganti nama anak lelaki paling bontot
itu dengan Gesang.
Sepotong nama yang sangat
bermakna, yakni hidup dan membawa si pemiliknya sampai usia 87 tahun.
Selama
itu pula, Gesang
mengabdikan hidup
di
jagat seni musik
keroncong dengan karya-karya bermutu. Kisah hidup Gesang yang semasa kecilnya berada di lingkungan juragan batik Kampung
Kemlayan, kini di usianya yang kian renta dan sering sakit- sakitan, jiwa seni Gesang tetap seperti
semasa mudanya. Kendati jalannya
tertatih-tatih dan gerakan seniman tua itu juga semakin lamban,
dia masih cukup bergairah jika diundang ke pentas
musik
keroncong.
Postur
tubuhnya
yang
tetap
tegap,
juga menyiratkan betapa semangat hidup Gesang seperti tak pernah surut. Darah seni yang mengalir di tubuh Gesang, sudah lama menggelegak sejak masa kanak-kanaknya. Bahkan, tatkala anak-anak sebayanya
(termasuk kakak kandungnya yang dipanggil Mas Yazid) menggemari olahraga keras seperti
sepakbola, Gesang kecil lebih senang bersenandung, dalam
bahasa Jawa disebut rengeng- rengeng.
Dari kebiasaan rengeng-rengeng sambil berimajinasi itulah, pada gilirannya Gesang melahirkan karya-karya lagu berirama keroncong yang liriknya sederhana namun mengena. Pertama
kali Gesang menggubah
lagu adalah pada tahun 1934. Ketika usianya belum genap
20 tahun. Gesang
telah menghasilkan lagu yang
dia beri judul “Si Piatu”.
Sebuah rumah
bertipe-36 di Pelumnas-Palur, Karanganyar, Solo, barangkali adalah satu-satunya harta benda paling berharga yang dimiliki Gesang.
Rumah pemberian Gubernur
Jawa Tengah Soepardjo
Rustam itu, baru diperoleh saat Gesang mencapai
usia 62 tahun. Selain itu, ada juga
simpanan uang di bank yang berasal dari para donatur, seperti Yayasan Gesang yang menghimpun dana dari Jepang atau dari royalti lagu “Bengawan
Solo” yang dikumpulkan Rinto Harahap dan lain- lain. Namun dana abadi itu hanya bisa digunakan Gesang dari bunganya untuk biaya hidup di hari tuanya. Itupun sebagian pernah digasak penjambret. Kejadiannya sewaktu
Gesang pulang dari bank membawa uang sebanyak Rp 5 juta untuk persiapan Lebaran. Kehilangan itu dia ikhlaskan karena Gesang tak ingin masalah itu menjadi beban. Gesang yang lahir dari keluarga pengusaha
batik, memang telah menjatuhkan pilihan
menekuni jagad seni
musik keroncong. Tekadnya
hidup di jalur seni musik keroncong yang diakui sebagai khas Indonesia itu, tampak
tatkala dia menolak pemberian
mendiang ayahnya,
berupa toko batik.
Gesang yang
hanya
menyelesaikan
pendidikan
kelas lima Sekolah Rakyat Ongko
Loro, termasuk seniman berbakat
alam yang sulit dicari tandingannya. Itu pula sebabnya, komponis
Gesang menyimpan sederet penghargaan
dari berbagai lembaga. Piagam penghargaan yang diterima dari dalam
negeri, seperti dari wali kota, gubernur, Dephankam, Deppen dan yang tertinggi penghargaan hadiah seni dari Presiden RI. Gesang juga mendapat
penghargaan dari Oisca International
untuk karyanya sebagai pencipta lagu “Bengawan Solo”.
Perjalanan hidup Gesang
sepanjang 87 tahun
memang begitu panjang. Berbagai
kota di tanah air telah dia kunjungi dan kotakota di mancanegara pun, seperti Singapura, Jepang, Suriname,
dan lain-lain pernah dia datangi. Semua itu tiada lain untuk
mengumandangkan
lagunya yang legendaris,
“Bengawan Solo”. Di usianya yang ke-87 sekarang ini, komponis
Gesang adalah sebuah aset yang sangat berharga
di tanah air. Dalam kerentanannya, Gesang tidak lagi seperti semasa
mudanya. Di hari-hari
tuanya, Gesang
yang memiliki hobi memelihara burung kicauan tidak lagi dapat mencari belalang di ladang-ladang untuk burung piaraannya. Sepeda motor kesayangannya Honda
bebek C-70 yang dahulu begitu
setia menemani perjalanan komponis tua itu, kini juga menjalani
masa pensiun. Bahkan, rumahnya
yang terletak di Jln. Nusa Indah No. 40 Perumnas-Palur yang semula dihuni
maestro keroncong itu, kini sehari-hari sunyi.
Pemiliknya, Gesang yang kian renta terpaksa
menumpang di rumah keponakannya di Solo. Kita doakan saja, semoga Gesang dengan karyanya yang mengharumkan
nama
Indonesia mendapat karunia panjang usia, sehat, dan sejahtera.
Hal yang dapat diteladani dari biografi Gesang antara
lain:
1. Gesang mengabdikan hidup di jagat seni musik keroncong
dengan karya-karya bermutu.
2. Tekadnya hidup
di jalur seni musik keroncong yang diakui sebagai
khas Indonesia itu, tampak
tatkala dia menolak pemberian mendiang ayahnya,
berupa toko batik.
Daftar Pustaka:
Maryati dan Sutopo.
2008. Bahasa dan Sastra Indonesia 1 Untuk
SMP/MTS Kelas VII. Jakarta
: Pusat Perbukuan Depdiknas