Welcome to Indonesia_Various Cultures in Indonesia_Come and Prove!!!!!!

Translate

Keterampilan Berbicara



PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA
DI MADRSAH TSANAWIYAH (MTS)
BAHAN AJAR INI DISAMPAIKAN PADA DIKLAT GURU BAHASA INDONESIA DI MADRASAH TSANAWIYAH (M TS)



OLEH: MUDINI




KEMENTERIAN AGAMA
BEKERJA SAMA DENGAN
PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN (PPPPTK) BAHASA
2011




                                              Daftar Isi

Kata Pengantar
Daftar Isi
I.          Pendahuluan
A.       Pendahuluan    
B.       Tujuan 
C.       Ruang Lingkup  
D.       Manfaat
E.       Strategi
F.        Hasil yang Diharapkan 

II.        Materi 
A.       Pengertian Berbicara 
B.       Peranan Berbicara
C.       Faktor Penentu Kegiatan Berbicara 
D.       Jenis-Jenis Kegiatan Berbicara 
III.       Pembelajaran Berbicara
A. Pengertian 
B. Pemilihan Materi Pembelajaran 
C. Metode Pembelajaran 
D. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Berbicara    
         E. Penilaian Berbicara 
Daftar Pustaka 

                                                                                   


RANCANGAN  PELATIHAN
Bahasa Indonesia : BERBICARA
WAKTU:       menit



Tahap I ( menit)
  1. Fasilitator menunjukkan sketsa gambar seseorang berpidato, dua orang bercakap-cakap, berwawancara, dan beberapa orang berdiskusi dengan media transparansi/gambar
  2. Peserta dan fasilitator melakukan tanya jawab mengenai pengalaman “berbicara” di muka umum dan “berbicara” dalam kehidupan sehari-hari. Para peserta juga melakukan wawancara berpasangan mengenai tokoh-tokoh idola mereka dalam hal berbicara di muka umum (berpidato) disertai dengan alasan-alasannya, kemudian melaporkan hasilnya secara lisan (acak).
  3. Berdasarkan contoh dan pengalaman secara umum, fasilitator menjelaskan keterkaitan “berbicara” dengan media POWER POINT.

Tahap 2 (menit)
Berdasarkan contoh-contoh yang telah dipraktikkan para peserta pada butir a di atas dan penjelasan pada butir b, fasilitator menjelaskan dan mendiskusikan komponen berbicara dan hakikat berbicara dengan media POWER POINT

Tahap 3 ( menit)
Peserta pelatihan praktik berbicara: berwawancara dengan menggunakan tape recorder, bertelepon dengan telepon mainan, menjadi pemandu acara dengan memegang kartu acara, dan menjadi moderator. Peserta yang lain diminta mengamati dan memberikan evaluasi secara lisan.

Tahap 4 ( menit)
  1. Peserta mengidentifikasi jenis-jenis berbicara berdasarkan situasi, tujuan, jumlah pendengar, peristiwa yang melatari, dan metode penyampaian dengan contoh praktik yang telah dilakukan dan contoh lain yang diajukan oleh fasilitator. Fasilitator kemudian menjelaskan dan mendiskusikan jenis-jenis berbicara dengan media POWER POINT
  2. Peserta mengidentifikasi berbagai teknik berbicara berdasarkan praktik yang telah dilakukan dan berdasarkan pengalaman mereka. Fasilitator kemudian menjelaskan dan mendiskusikan teknik berbicara dengan media POWER POINT.




Tahap 5 ( menit)
  1. Peserta praktik berpidato secara bergantian dengan topik dan suasana yang berlainan (tiga peserta). Peserta yang lain diminta untuk memperhatikan dan memberikan evaluasi secara lisan.
  2. Fasilitator menjelaskan efektivitas berbicara (berdasarkan praktik peserta) dengan menggunakan media transparansi.


Tahap 6 ( menit)
  1. Peserta dan fasilitator melakukan tanya jawab mengenai pemelajaran bahasa Indonesia yang berkaitan dengan “berbicara” yang selama ini telah dilaksanakan oleh peserta.
  2. Selain itu, dilakukan juga tanya jawab mengenai kesulitan lafal para siswa dari daerah asal peserta dalam hal pelafalan bunyi/kata dalam bahasa Indonesia.
  3. Fasilitator mencoba lafal beberapa paserta dengan meminta mereka membaca kartu kalimat/huruf.
Tahap 7 ( menit)
a.    Secara berkelompok, peserta berdiskusi mengenai pemilihan materi pemelajaran “berbicara”, pemilihan metode, dan pemilihan media yang sesuai untuk daerah mereka.
b.    Secara berkelompok, peserta berdiskusi mengenai evaluasi pemelajaran “ berbicara” secara umum dan membuat format penilaian berbicara menurut versi mereka dalam transparansi, kemudian mempresentasikannya secara lisan.
c.    Fasilitator memberi umpan balik dan menunjukkan salah satu bentuk format penilaian berbicara dengan media power point.

Tahap 8 ( menit)
  1. Peserta mengerjakan pelatihan.
  2. Fasilitator memberikan umpan balik sekilas.
  3. Peserta mengerjakan soal-soal evaluasi dalam modul.
Evaluasi yang berkaitan dengan proses sudah dilakukan mulai awal pelatihan sampai akhir, khususnya pada saat peserta berinteraksi di kelas. Dalam hal ini, setiap peserta diminta untuk menyematkan kartu nomor peserta dengan tulisan yang besar sehingga mudah dilihat dari jarak jauh (kartu ini disediakan panitia dan sesuai dengan nomor presensi). Hal ini untuk memudahkan fasilitator dalam memberikan penilaian.

Tahap 9 ( menit)
Peserta berdiskusi dan mengadakan refleksi dengan panduan bagian refleksi yang terdapat dalam bahan ajar.









KETERAMPILAN BERBICARA

                          A.     PENDAHULUAN
        Selamat bergabung bersama kami dalam pelatihan peningkatan kompetensi keterampilan bagi guru bahasa Indonesia MTS.  Pelatihan dimaksudkan untuk mengembangkan kompetensi Anda sebagai guru bahasa Indonesia yang mencakupi: penguasaan materi keterampilan berbicara, materi pembelajaran, dan kemampuan mengevaluasi.
      Menurut  Anda, apakah “keterampilan berbicara” perlu diajarkan? Bukankah Anda dan peserta didik Anda sudah terbiasa menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi?
Keterampilan berbahasa (berbicara) siswa dalam komunikasi sehari-hari misalnya, berbincang-bincang dengan teman di luar sekolah atau di luar kegiatan formal merupakan salah satu sisi dari kemampuan berbahasa Indonesia. Seorang yang mahir berkomunikasi dengan temannya belum tentu terampil menggunakan bahasa Indonesia dalam berpidato pada suatu upacara, memberi petunjuk, bercerita (secara formal), berwawancara, dan sebagainya.
        Oleh karena itu, seorang guru dalam mengajarkan keterampilan berbicara diharapkan dapat memberikan dorongan kepada siswa melalui perencanaan dan pelaksananaan pembelajaran bahasa dengan baik.    
 Pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya  berbicara di  SMP merupakan kelanjutan pembelajaran “berbicara” di SD. Bila pembelajaran di  SMP baru merupakan  dasar dan masih mengenai hal-hal yang sederhana, pembelajaran di SMA sudah merupakan pengembangan dari pembelajaran yang diberikan di tingkat sekolah lanjutan tingkat  pertama.
Dalam kegiatan pembelajaran, berbicara, mendengarkan, membaca, menulis, kebahasaan dilakukan secara terpadu. Berbicara merupakan kegiatan yang praktis dan taktis karena kapan saja, siapa saja, dan di mana saja orang berbicara untuk berkomunikasi. Bahkan terhadap bayi  yang belum mampu berbahasa pun orang menyapa dengan berbicara.

B.    Tujuan
Sesuai dengan  standar kompetensi  yang  dimiliki  dan dikembangkan oleh  guru bahasa Indonesia di SMP, bahan ajar  ini bertujuan  memberikan  kemampuan  kepada Anda  tentang pemahaman konsep berbicara dan konsep pembelajaran berbicara.
Secara rinci, tujuan yang ingin dicapai  berdasarkan kompetensi yang ada dalam modul ini antara lain,  sebagai berkut.
1.  Anda diharapkan  menguasai konsep berbicara yang berkaitan  dengan hakikat berbicara, jenis berbicara, dan teknik berbicara.
 2. Anda diharapkan  terampil dalam pembelajaran keterampilan berbicara di  SMP yang mencakupi kemampuan memilih materi, menentukan metode, media, dan melaksanakan evaluasi.
  C. Ruang Lingkup
    Ruang lingkup pembahasan pada bahan ajar  ini mencakupi hal-hal sebagi berikut :  Bahan ajar ini  diawali dengan informasi mengenai latar belakang pembelajaran bahasa Indonesia khususnya “berbicara”, dan tujuan. dilanjutkan  dengan pembahasan mengenai  materi  berbicara yang terdiri atas: konsep berbicara, peranan  berbicara, faktor-faktor penentu kegiatan berbicara, tujuan berbicara, jenis berbicara.  Bagian berikutnya adalah  pembelajaran berbicara yang mencakupi :  pemilihan materi, metode, dan penilaian. Bagian yang terakhir  adalah rangkuman. Untuk   melengkapi  bahan ajar ini, disajikan bahan evaluasi.
                       D.  Manfaat
        Bahan ajar ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan teori keterampilan berbicara dan pembelajarannya. Dengan mempelajari bahan ajar ini Anda diharapkan memperoleh (a) pemahaman tentang teori, keterampilan berbicara, (b) dan pengembangan keterampilan pembelajaran berbicara di MTS.

E. Strategi
         Setelah Anda memahami tujuan dan manfaat mempelajari bahan ajar ini,bacalah seluruh ini bahan ajar ini dan  diskusikanlah bersama sahabat Anda hal-hal yang menarik perhatian.  Selesai Anda membaca, jawablah pertanyaan yang terdapat pada pelatihan bahan ajar ini.

F. Hasil yang Diharapkantelah Anda menyelesaikan pelatihan ini, Anda diharapkan 
 1. menguasai teori berbicara;
2. terampil berbicara dengan baik dan benar, khusus  keterampilan yang akan   Anda ajarkan di MTS;
3. terampil dalam membelajarkan keterampilan berbicara yang mencakupi: pemilihan media, penggunaan metode, dan pelaksanaan penilaian.


                                  

II.  MATERI

Pengertian Berbicara

         Seperti  telah kita ketahui bahwa dalam kegiatan mendengarkan, aktivitas  kita awali dengan mendengarkan  dan diakhiri dengan memahami atau menanggapi. Kegiatan berbicara tidak demikian . Kegiatan berbicara diawali dengan dari suatu pesan yang harus dimiliki pembicara yang akan disampaikan kepada penerima pesan agar penerima pesan dapat menerima atau memahami isi pesan itu.
 Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan hubungan dan kerja sama denagn manusia lain. Hubungan dengan manusia lainnya itu anatara lain berupa menyampaikan isi pikiran dan perasaan, menyampaikan suatu informasi, ide  atau gagasan serta pendapat atau pikiran dengan suatu tujuan.
        Dalam menyampaikan  pesan seseorang menggunakan suatu media yang (hilangkan) atau alat yaitu, bahasa, dalam hal ini bahasa lisan. Seorang yang akan menyampaikan pesan tersebut mengharapkan agar penerima pesan dapat memahaminya. Pemberi pesan disebut juga pembicara dan penerima pesan disebut penyimak atau pendengar. Peristiwa proses penyampaian pesan secara  lisan seperti itu disebut berbicara. Dengan rumusan lain dapat dikemukakan bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan.   
     Anda sudah tidak asing lagi mendengar atau membaca istilah “berbicara”  dan bahkan  Anda setiap saat melakukan bicara.  Nina dikatan  “berbicara” ketika ia mengucapkan  salam kepada ibunya. “Assalamualaikum.” Ibu Rita dikatakan “berbicara” ketika  membicarakan kenaikan iuran listrik  dalam pengajian.  Ketua RT (Rukun Tetangga) dikatakan “berbicara”  mengajak warganya untuk bekerja bakti membersihkan jalan dan selokan air  dalam rangka menyambut  hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia.  Dihan   dikatakan  “berbicara”  ketika ia bertanya kepada  gurunya tentang pelajaran yang ia belum  ketahui. Anda dikatakan “berbicara”  ketika Anda menjelaskan atau menjawab pertanyan  siswa Anda.
     Lalu, apakah berbicara itu?  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Anton M. Moeliono, dkk., 1998:114)  dinyatakan bahwa berbicara  adalah berkata; bercakap; berbahasa;  melahirkan pendapat dengan perkataan , tulisan  dan sebagainya atau berunding.
     Guntur Tarigan (1983 :15)  berpendapat bahwa  “ berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan  serta  menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan”.  Sedangkan sebagai bentuk atau wujudnya berbicara disebut  sebagai suatu alat untuk mengomunikasikan  gagasan yang disusun dan dikembangkan sesuai dengan  kebutuhan sang pendengar atau penyimak.                                                                                      
      Jadi,  pada hakikatnya,  berbicara merupakan ungkapan pikiran dan perasaan seseorang  dalam bentuk bunyi-bunyi bahasa. Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pendengar menerima pesan atau informasi melaui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan persandian. Jika komunikasi  berlangsung secara tatap muka, berbicara itu dapat dibantu dengan mimik dan pantomimik pembicara.
       Kemampuan berbicara  merupakan tuntutan utama yang harus dkuasai oleh seorang guru. Jika seorang guru menuntut siswanya dapat berbicara dengan baik, maka guru harus memberi contoh berbicara yang baik (ditambah pula) hal ini menunjukkan bahwa di samping menguasai teori berbicara  juga terampil berbicara dalam kehidupan nyata. Guru yang baik harus dapat mengekspresikan pengetahuan yang dikuasainya  secara lisan.
B.  Peranan Berbicara  
 Telah Anda ketahui bahwa berbicara dan mendengarkan atau mendengarkan merupakan dua kegiatan yang tidak dapat dipisahkan. Melalui berbicara seseorang  menyampakan informasi kepada orang lain.  Begitu juga melalui mendengarkan atau mendengarkan seseorang menerima informasi dari orang lain.  Kegiatan berbicara senantiasa diikuti kegiatan mendengarkan atau mendengarkan. Kedua kegiatan tersebut tidak dapat  dipisahkan,  dan bersifat fungsional bagi  komunikasi, baik komunikasi antarindividu, kelompok maupun sosial. Seseorang yang memiliki keterampilan berbicara yang baik biasanya menjadi penyimak  yang baik.  Begitu pula sebaliknya. Seorang penyimak yang baik  akan menjadi pembicara yang baik pula. Pembicara yang baik  akan berusaha agar penyimaknya dengan mudah dapat menangkap isi pembicaraannya. Berbicara dan mendengarkan atau mendengarkan merupakan  kegiatan komunikasi dua arah. Keefektifan berbicara tidak hanya ditentukan oleh pembicaranya saja, tetapi juga oleh penyimaknya.  Jadi keterampilan tersebut saling menunjang.
   Keterampilan berbicara juga menunjang keterampilan menulis.  Kegiatan  berbicara mempunyai kesamaan dengan kegiatan menulis, yaitu seseorang  berusaha menyampaikan pesan atau ide dengan bahasa yang baik dan benar serta uraian yang sistematis agar mudah dipahami oleh pendengar atau pembacanya. Seorang yang  memiliki keterampilan berbicara yang baik diduga akan memiliki keterampilan menulis yang baik pula. Hasil bicara seseorang bila direkam  dan disalin kembali sudah merupakan tulisan. Penggunaan bahasa dalam berbicara banyak kesamaannya dengan penggunaan bahasa dalam tulisan atau bacaan.                               
      Kegiatan berbicara juga menunjang kegiatan membaca. Untuk dapat berbicara, seorang pembicara terlebih dahulu harus memiliki ide, pengetahan, atau informasi yang akan disampaikan kepada orang lain  secara lisan. Ide, pengetahuan, atau informasi itu diperoleh dari pembicara anata lain dari kegiatan membaca. Pembaca yang baik akan memperoleh pengetahuan yang akan menjadi bahan pembicaraannya. Pembicara tentu akan senantiasa melakukan kegiatan membaca dengan baik  agar ia dapat memiliki pengetahuan itu.  Pembaca yang baik diduga akan menjadi pembicara yang baik atau sebaliknya.
      Para pelajar, guru, dan kaum cendkia dituntut memiliki keterampilan berbicara. Mereka harus mengekspresikan pengetahuannya dalam forum  tertentu seperti seminar,  diskusi, ceramah, pidato, rapat, dan lain sebagainya. Mereka harus pandai menjelaskan, berargumentasi, menggambarkan tentang sesuatu atau menarik perhatian orang lain. Untuk kegiatan itu semua diperlukan keterampilan berbicara.
 Selain itu,  dalam kehidupan sehari-hari sehubungan dengan pekerjaan atau profesi, kita harus terampil berbicara. Sebagai guru, keterampilan berbicara sangat penting untuk menjelaskan pelajaran kepada siswa. Sebagai pejabat pemerintah , keterampilan berbicara sangat penting untuk keperluan menjelaskan, meyakinkan, memberikan dorongan  kepada  pegawai atau rakyatnya.                                                            
 Sebagai pemimipin perusahaan, keterampilan berbicara sangat diperlukan untuk berhubungan dengan bawahan, atasan dan relasi. Pada prinsipnya semua orang memerlukan keterampilan berbicara untuk kelangsungan hidupnya.
  Dari urain di atas dapat disimpulkan peran berbicara sebagai berikut :
(1)   sarana komunikasi lisan;
(2)   menunjang keterampilan mendengarkan, membaca, dan menulis;
(3)   mengekspresikan pengetahuan secara lisan;
(4)   menunjang keterampilan profesional.

 C.  Faktor-faktor Penentu Kegiatan  Berbicara        
Dalam kegiatan berbicara ada faktor yang perlu diperhatikan. Yaitu: (1)  pembicara, dan (2) pendengar. Kedua faktor tersebut akan menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan berbicara. Di bawah ini  kedua faktor tersebut akan  dibahas satu persatu.

1.  Pembicara
         Pembicara adalah suatu faktor yang menimbulkan terjadinya kegiatan berbicara. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pembicara untuk melakukan kegiatannya, yaitu: (1) pembicaraan  (2) metode, (3) bahasa, (4) tujuan,(5)sarana,(6)interaksi.                                                 
 Keenam hal itu  akan dibicarakan lebih mendalam  sebagai berikut.
1)     Pokok Pembicaraan
      Isi atau pesan yang menjadi  pokok pembicaraan hendaknya memperhatikan hal-hal  berikut ini.
(a)     Pokok pembicaraan bermanfaat bagi pendengar baik   berupa informasi  maupun pengetahuan.
(b)     Pokok pembicaraan hendaknya serba sedikit  sudah diketahui, dan bahan untuk memperluas pembicaraan yang sudah diketahui itu lebih mudah diperoleh.
(c)     Pokok pembicaraan menarik untuk dibahas baik oleh pembicara maupun bagi pendengar. Pokok pembicaraan yang menarik biasanya pokok pembicaraan  seperti berikut:
(1)    merupakan masalah yang menyangkut  kepentingan bersama;
(2)    merupakan jalan keluar dari suatu persoalan yang tengah   dihadapi;
(3)    merupakan persoalan yang ramai dibicarakan dalam masyarakat atau persoalan yang jarang terjadi;
(4)    mengandung konflik atau pertentangan pendapat.
(d)       Pokok pembicaraan hendaknya sesuai dengan daya   tangkapdengar; tidak melampaui daya intelektual pendengar atau sebaliknya, lebih mudah.

2)  Metode
 Ada empat cara  atau metode yang dapat atau biasa digunakan orang dalam menyampaikan pembicaraan, yaitu:
       (a)  Metode Impromptu ‘Serta Merta’
      Dalam hal ini pembicara tidak melakukan persiapan lebih dulu sebelum berbicara, tetapi secara serta merta atau mendadak berbicara  berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya. Pembicara menyampaikan pengetahuannya yang ada, dihubungkan dengan situasi dan kepentingan saat itu.
(b)  Metode Menghafal
          Pembicara sebelum melakukan kegiatannya melakukan persiapan secara tertulis, kemudian dihafal  kata demi kata, kalimat demi kalimat. Dalam penyampaiannya pembicara tidak membaca naskah. Ada kecenderungan pembicara berbicara tanpa menghayati maknanya, berbicara terlalu cepat. Hal itu dapat menjemukan, tidak menarik perhatian pendengar. Mungkin juga ada pembicara yang berhasil dengan metode ini. Metode ini biasanya digunakan oleh pembicara pemula atau yang masih belum biasa berbicara di depan orang banyak.
         (c) Metode Naskah
    Pada metode ini pembicara sebelum  berbicara terlebih dulu menyiapkan naskah. Pembicara membacakan naskah itu di depan para pendengarnya. Hal ini dapat kita perhatikan pada pidato resmi Presiden di depan anggota DPR/MPR, pidato pejabat  pada upacara resmi. Pembicara harus memiliki kemampuan menempatkan tekanan, nada, intonasi, dan ritme. Cara ini sering kurang  komunikatif dengan pendengarnya karena mata dan perhatian pembicara selalu ditujukan ke naskah.  Oleh karena itu, apabila akan menggunakan metode harus melakukan latihan yang intensif.
   (d)   Metode Ekstemporan
    Dalam hal ini pembicara sebelum melakukan  kegiatan berbicara  terlebih dahulu mempersiapkan diri dengan cermat dan membuat catatan penting. Catatan itu digunakan sebagai pedoman pembicara dalam  melakukan pembicaraannya. Dengan pedoman itu pembicara dapat mengembangkannya  secara bebas.                                                                                                                    
3)  Bahasa
      Bagi pembicara,  bahasa  merupakan suatu alat  untuk menyampaikan  pesan kepada orang lain. Oleh karena itu, pembicara mutlak  harus menguasai  faktor kebahasaan.  Di samping itu, pembicara juga  harus menguasai faktor nonkebahasaan. Faktor-faktor tersebut  akan dibahas berikut ini.
a.     Faktor Kebahasaan
       Faktor kebahasaan yang terkait dengan keterampilan berbicara anatara lain sebagai berikut.
(1)   Ketepatan pengucapan atau pelafalan bunyi
  Pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Hal ini dapat dilakukan dengan berlatih mengucapkan bunyi-bunyi bahasa. Pengucapan bunyi bahasa  yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar. Memang pola ucapan dan  artikulasi yang kita gunakan tidak selalu sama, masing-masing kita mempunyai  ciri tersendiri. Selain itu ucapan kita juga sering dipengaruhi oleh bahasa ibu. Akan tetapi, jika perbedaan itu  terlalu mencolok sehingga menjadi suatu penyimpangan, maka keefektifan komunikasi akan terganggu.
   Sampai saat ini lafal bahasa Indonesia belum dibakukan, namun usaha ke arah itu sudah lama dilakukan. Rumusan yang dapat dikemukakan adalah bahwa ucapan atau lafal yang baku dalam bahasa Indonesia  adalah ucapan yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek  setempat atau ciri-ciri lafal daerah.
                    Di bawah ini  disajikan pelafalan huruf, suku kata dan kata yang belum sesuai dengan pelafalan bunyi bahasa Indonesia.
(a)    Pelafalan  /c/  dengan  /se/
 WC    dilafalkan   /we –se/    seharusnya   we-ce
AC   dilafalkan  /A-se/   seharusnya   /A-ce/
TC   dilafalkan  /Te-se/  seharusnya   /Te-ce/
 (b)  Pelafalan  /q/   dengan  /kiu/
              MTQ  dilafalkan / Em-te-kiu/ seharusnya  /Em-te-ki/
              PQR  dilafalkan  /Pe-kiu-er/   seharusnya /Pe-     ki-er/
(c)                  Pelafalan  /e/  sebagai /e’/  taling
              dengan dilafalkandengan / dEnan / seharusny / d    
                ke mana dilafalkan ke man /kE mana /  seharusnya  / k   mana/
                berapa  dilafalkan  berapa /bErapa / seharusnya  / b rapa esa
                dilafalkan  esa  / Esa /  seharusnya  /   sa /ruwet  dilafalkan
                  /ruwEt / seharusnya  / ruw  t / peka  dilafalkan   / pe – ka seharusnya   peka   /pEka/ lengah dilafalkan  / l  nah /  seharusnya  lengah  /lEnah/
(d)   Pelafalan ditong  /au/   dengan  /o/
        kala dilafalkan     / kal0 / seharusnya  / kalaW/
        saudara  dilafalkan  / sodara /  seharusnya  / sawdara /
(e)   Pelafalan diftong  /ai /  sebagai  /e /
  pakai   dilafalkan  / pake/  seharusnya  / pakay /
   balai  dilafalkan  / bale / seharusnya  / balay /

(f)     Pelafalan  / k /  dengan bunyi tahan glotal (hamzah)
        pendidikan   dialafalkan   / pendidi   an /seharusnya/pendidikan/
        kemasukan  dilafalkan  / kemasu  an /  seharusnya  / kemasukan /
Dalam hal ini perlu Anda ketahui bahwa konsonan   / k / yang terdapat pada  akhir suku kata atau akhir kata cenderung dilafalkan dengan bunyi tahan glotal  (hamzah) seperti  kata  duduk, petik, masuk  dilafalkan   / dudu  /,  / peti   /,  /  mau   /. Akan tetapi, jika kata-kata itu mendapat akhiran  -atau  -an ,  maka  / k / yang semula  pada  akhir  suku kata berubah tempat menjadi pada  awal suku kata. Oleh karena itu, konsonan  / k / dilafalkan dengan  jelas, seperti pada kata  kedudukan, petikan,  masukan  diucapkan  /kedudukan,  petikan,  masukan /.              
(g)    Pelafalan  / h / dengan  jelas
        Tahun   dilafalkan  / tahun / seharusnya  / taun /
        Lihat   dilafalkan  / lihat / seharusnya  / liat /
        Pahit  dilafalkan  / pahit / seharusnya  /  pait /
Fonem  / h / yang terletak di antara dua  buah vokal  yang berbeda ada kecenderungan  dilafalkan  lemah sekali, sehingga hampir tidak terdengar, seperti pada kata   tahun, lihat, pahit. Namun,  bunyi  / h/
 Pada kata  Tuhan  hndaknya diucapkan dengan jelas, sebab kalau tidak , dapat emnimbulkan makna yang berbeda. Dalam bahasa Indonesia ada kata tuan  di samping kata  Tuhan  yang makna berbeda sama sekali. Fonem   / h / yang terletak di antara dua buah vokal yang sama ada kecenderungan  dilafalkan dengan  jelas, misalnya,  kata  sihir, paha, pohon,  dilafalkan  / sihir, paha, pohon /
tidak dilafalkan  / si  ir,   pa  ha,  po  hon /.

(2)  Penempatan Tekanan, Nada, Jangka, Intonasi  dan Ritme
            Penempatan tekanan, nada, jangka, intonasi dan ritme yang 
sesuai   akan merupakan daya tarik tersendiri dalam benrbicara; bahkan merupakan  faktor penentu dalam keefektifan berbicara. Suatu topik pembicaraan mungkin akan kurang menarik, namun dengan tekanan, nada, tempo dan intonasi yang sesuai akan mengakibatkan    
pembicaraan itu menjadi menarik. Sebaliknya, apabila penyampaiannya datar saja, dapat menimbulkan kejemuan bagi pendengar dan keefektifan berbicara akan berkurang.
           Kekurang tepatan dalam penempatan tekanan, nada, tempo intonasi, dan ritme dapat menimbulkan  perhatian pendengar beralih kepada cara berbicara pembicara, sehingga topik atau pokok pembicaraan yang disampaikan kurang diperhatikan. Dengan demikian keefektifan berbicara menjadi terganggu.
  (3)  Pemilihan kata  dan ungkapan yang baik, Konkret, dan    bervariasi
     Kata dan ungkapan yang  kita gunakan dalam berbicara hendaknya baik, konkret, dan bervariasi. Pemilihan kata  dan ungkapan yang baik, maksudnya adalah pemilihan kata yang tepat dan sesuai   dengan keadaan para pendengarnya. Misalnya, jika yang menjadi pendengarnya para petani, maka kata-kata yang dipilih adalah kata-kata atau ungkapan yang mudah dipahami oleh para petani.
      Pemilihan kata  dan ungkapan  harus konkret, maksudnya pemilihan kata atau ungkapan harus jelas, mudah dipahami para pendengar.  Kata-kata yang jelas biasanya kata-kata yang sudah dikenal oleh pendengar yaitu kata-kata populer. Pemilihan kata atau ungkapan yang abstrak akan menimbulkan kekurangjelasan pembicara
        Pemilihan kata dan ungkapan yang bervariasi, maksudnya pemilhan kata atau ungkapan dengan bentuk atau kata lain lebih kurang  maknanya sama denagn maksud agar pembicaraan tidak menjemukan pendengar.
      (4) Ketepatan Susunan Penuturan
 Susunan penuturan berhubungan dengan penataan      pembicaraan  atau uraian tentang suatu hal. Hal ini menyangkut penggunaan kalmat. Pembicaraan yang menggunakan kalimat efektif akan lebih memudahkan pendengar menagkap isi pembicaraan. 
     b.  Faktor  Nonkebahasaan
         Faktor-faktor nonkebahasaan mencakup (1) sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku , (2) pandangan yang diarahkan pada lawan bicara, (3) kesediaan menghargai pendapat orang lain, (4) kesediaan mengoreksi diri sendiri, (5) keberanian mengungkapkan dan mempertahankan pendapat, (6) gerak-gerik dan mimik yang tepat, (7) kenyaringan suara, (8) kelancaran, (9) penalaran dan relevansi, dan (10) penguasaan topik.
         Faktor-faktor tersebut  dibahas secara lebih mendalam berikut ini.
(1)   Sikap yang Wajar, Tenang, dan Tidak Kaku
     Dalam berbicara, kita harus bersikap  wajar, tenang, dan tidak kaku.  Bersikap wajar, berarti bersikap biasa sebagaimana adanya,  tidak mengada-ada. Sikap yang tenang adalah sikap  dengan perasaan hati yang tidak gelisah, tidak gugup, dan tidak tergesa-gesa. Sikap tenang dapat menjadikan jalan pikiran dan pembicaraan menjadi lebih lancer. Dalam berbicara tidak boleh bersikap kaku, tetapi  harus bersikap luwes atau fleksibel.
(2)   Pandangan Diarahkan kepada Lawan Bicara
        Pada Waktu berbicara pandangan kita harus diarahkan kelawan bicara, baik dalam pembicaraan perseorangan maupun kelompok.  Pandangan pembicara yang tidak diarahkan  kepada lawan bicara akan mengurangi keefektifan berbicara, di samping itu, juga kurang etis.  Banyak pembicara yang tidak mengarahkan pandangannya kepada lawan bicaranya, tetapi melihat ke bawah dan  ke atas. Hal ini mengakibatkan perhatian pendengar menjadi berkurang.
(3)   Kesediaan Menghargai Pendapat Orang Lain
    Menghargai pendapat orang lain berarti menghormati atau mengindahkan pikiran orang lain, baik  pendapat itu benar  maupun salah. Jika pendapat itu benar  maka pendapat itulah yang harus kita perhatikan dan jika pendapat itu salah pendapat itu pun harus kita hargai karena memang itulah pengetahuan dan pemahamannya.
(4)   Kesediaan Mengoreksi Diri Sendiri
               Mengoreksi diri sendiri berarti memperbaiki kesalahan diri sendiri. Kesediaan  memperbaiki diri sendiri adalah sikap terpuji. Sikap seperti ini sangat diperlukan dalam kegiatan berbicara agar diperoleh  kebenaran atau kesepakatan. Sikap ini merupakan dasar bagi pembinaan jiwa yang demokratis.
(5)   Keberanian Mengemukakan dan mempertahankan Pendapat
        Dalam kegiatan berbicara terjadi proses  lahirnya buah pikiran atau pendapat secara lisan. Untuk  dapat mengungkapkan pendapat tentang sesuatu  diperlukan keberanian. Seseorang   mengemukakan pendapat di samping memiliki ide atau gagasan, juga harus memiliki keberanian untuk mengemukakannya. Ada orang yang  mempunyai banyak ide namun ia tidak dapat mengungkapkannya karena ia tidak memiliki keberanian. Atau, sebaliknya  ada orang yang berani mengungkapkan pendapat namun ia tidak atau kurang  idenya  sehingga apa yang ia ungkapkan  terkesan asal bunyi.
(6)   Gerak – gerik dan Mimik yang Tepat
                    Salah satu kelebihan dalam kegiatan berbicara dibandingkan dengan kegiatan berbahasa yang lainnya adalah adanya gerak-gerik dan mimik yang dapat memperjelas  atau menghidupkan pembicaraan. Gerak-gerik dan mimik yang tepat akan  menunjang keefektifan berbicara. Akan tetapi gerak-gerik yang berlebihanakan mengganggu keefektifan berbicara.
(7)   Kenyaringan Suara
         Kenyaringan suara perlu diperhatikan oleh pembicara untuk menunjang keefktifan berbicara. Tingkat kenyaringan suara hendaknya disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar, dan akustik yang ada. Jangan sampai suara terlalu nyaring atau berteriak-teriak di tempat atau akustik yang terlalu  sempit; atau sebaliknya, suara terlalu lemah pada ruangan yang luas, sehingga tidak dapat ditangkap oleh semua pendengar.
(8)   Kelancaran
 Kelancaran seseorang dalam berbicara akan memudahkan pendengar menagkap isi pembicaraannya. Pembicaraan yang terputus-putus atau bahkan diselingi dengan bunyi-bunyi tertentu, misalnya, e…, em…, apa itu.., dapat mengganggu penangkapan isi pembicaraan bagi pendengar. Di samping itu, juga jangan berbicara terlalu cepat sehingga menyulitkan pendengar sukar menangkap isi atau pokok pembicaraan.
(9)   Penalaran dan Relevansi
Dalam berbicara, seorang pembicara hendaknya memperhatikan unsur penalaran yaitu cara berpikir yang logis untuk sampai kepada kesimpulan. Hal itu menunjukkan  bahwa dalam pembicaraan seorang pembicara dapat mengurutkan pokok-pokok pikiran secara logis sehingga  jelas arti atau makna    pembicaraannya. Relevansi  artinya ada (hubungan atau hilangkan) kaitan antara pokok pembicaraan dengan uraiannya.
(10)Penguasaan Topik
 Penguasaan topik pembicaraan  berarti memahami suatu pokok pembicaraan. Dengan pemahaman tersebut seorang pembicara memliki kesanggupan untuk mengemukakan topik itu kepada para pendengar. Oleh karena itu, sebelum melakukan kegiatan berbicara di depan umum seharusnya seorang pembicara harus menguasai topik terlebih dahulu. Sebab, dengan penguasaan  topik akan membangkitkan keberanian dan menunjang kelancaran berbicara.   

                  
 4)  Tujuan
   Seorang pembicara dalam menyampaikan pesan kepada orang lain pasti mempunyai tujuan, ingin mendapatkan responsip atau reaksi. Responsip atau reaksi itu merupakan suatu hal yang menjadi harapan. Tujuan atau harapan pembicaraan sangat tergantung dari keadaan dan keinginan pembicara.
        Secara umum tujuan pembicaraan adalah sebagai berikut:
a.    Mendorong atau menstimulasi;
b.    Meyakinkan;
c.    Menggerakkan;
d.    Menginformasikan, dan;
e.    Menghibur.
            Tujuan suatu pembicaraan dikatakan mendorong atau menstimulasi apabila pembicara berusaha memberi semangat dan gairah hidup  kepada pendengar. Reaksi yang diharapkan adalah menimbulkan inspirasi atau membangkitkan emosi para pendengar. Misalnya, pidato Ketua Umum Koni dihadapan para atlet yang bertanding di luar negeri bertujuan agar para atlet memiliki semangat bertanding yang cukup tinggi dalam rangka membela  Negara.
      Tujuan suatu pembicaraan atau ceramah dikatakan meyakinkan apabila pembicara berusaha mempengaruhi keyakinan, pendapat atau sikap para pendengar. Alat yang paling penting dalam uraian itu adalah argumentasi. Untuk itu diperlukan bukti, fakta, dan contoh konkret yang dapat memperkuat uraian untuk meyakinkan pendengar. Reaksi yang diharapkan adalah adanya persesuaian keyakinan, pendapat atau sikap atas persoalan yang disampaikan.
      Tujuan suatu pembicaraan disebut menggerakkan  apabila pembicara menghendaki adanya tindakan atau perbuatan dari para pendengar. Misalnya, seruan persetujuan atau ketidaksetujuan, pengumpulan dana, penandatanganan suatu resolusi, mengadakan aksi social.   Dasar dari tindakan  atau perbuatan itu adalah keyakinan yang mendalam.         
     Tujuan suatu pembicaraan dikatakan menginformasikan apabila pembicara ingin memberi informasi tentang sesuatu  agar para pendengar dapat mengerti dan memahaminya. Misalnya  seorang guru menjelaskan pelajaran di kelas, seorang dokter memaparkan masalah kebersihan lingkungan, seorang polisi menjelaskan masalah tertib berlalu lintas, dan  sebagainya.
      Tujuan suatu pembicaraan dikatakan  menghibur, apabila pembicara bermaksud menggembirakan atau menyenangkan para pendengarnya. Pembicaraan seperti ini biasanya dilakukan dalam  suatu resepsi, ulang tahun,  pesta, atau pertemuan gembira lainnya. Humor merupakan alat yang paling utama dalam uraian seperti itu. Reaksi  atau responsip yang diharapkan adalah  timbulnya rasa gembira, senang, dan bahagia  pada hati pendengar.       
5)  Sarana
   Sarana  dalam kegiatan berbicara mencakup waktu, tempat, suasana, dan media atau alat peraga.
         Pokok pembicaraan yang dipilih hendaknya disesuaikan dengan waktu yang telah ditentukan. Berbicara terlalu lama atau melebihi waktu yang disediakan dapat menimbulkan rasa jenuh  para pendengar.
          Tempat berbicara sangat menentukan keberhasilan pembicaraan. Dalam hal ini perlu diperhatikan faktor lokasi, jumlah pendengar, posisi pembicara dan pendengar, cahaya, udara, dan pengeras suara.
                     Berbicara pada suasana tertentu pun akan mempengaruhi keberhasilan pembicaraan. Pembicaraan yang berlangsung pada pagi hari tentu akan lebih berhasil dibandingkan dengan pembicaraan pada siang, sore, dan malam hari.
        Media atau alat peraga akan membantu kejelasan dan kemenarikan uraian. Karena itu, jika  memungkinkan, dalam berbicara perlu diusahakan alat bantu seperti film, gambar, dan alat peraga lainnya.

6)  Interaksi
     Kegiatan berbicara berlangsung menunjukkan adanya hubungan interaksi antara pembicara dan pendengar. Interaksi dapat berlangsung searah, dua arah, dan bahkan multi arah.
      Kegiatan berbicara yang berlangsung satu arah, contohnya laporan  pandangan mata pertandingan sepak bola, tinju, pembacaan berita. Kegiatan berbicara yang berlangsung dua arah, misalnya pembicaraan dalam bentuk dialog atau wawancara. Sedangkan kegiatan berbicara yang berlangsung multi arah biasanya terjadi pada acara diskusi, diskusi kelompok, rapat, seminar, dan sebagainya.

2. Pendengar
       Suatu kegiatan berbicara akan berlangsung dengan baik apabila dilakukan di hadapan pendengar yang baik. Karena itu, pendengar harus mengetahui persyaratan yang dituntut untuk menjadi pendengar yang baik. Pendengar yang baik hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a)    memiliki kondisi fisik dan mental yang baik sehinga memungkinkan dapat melakukan kegiatan mendengarkan;
b)    memusatkan perhatian dan pikiran kepada pembicaraan;
c)    memiliki tujuan tertentu dalam mendengarkan yang dapat mengarahkan  dan mendorong kegiatan mendengarkan;
d)    mengusahakan agar meminati isi pembicaraan yang didengarkan;
e)    memiliki kemampuan linguistik dan nonlinguistik yang dapat meningkatkan keberhasilan mendengarkan;
f)     memiliki pengalaman dan pengetahuan luas yang dapat mempermudah pengertian dan pemahaman isi pembicaraan.

 D. Jenis – Jenis Kegiatan Berbicara
           Pernah Anda  mengamati jenis-jenis berbicara di lingkunan Anda?  Berikut ini beberapa contoh jenis berbicara yang akrab dengan kehidupan guru dan siswa, misalnya: bertelepon, berwawancara, pemandu acara atau moderator.  Jenis berbicara terdiri atas    berbicara      formal dan berbicara informal. Berbicara informal meliputi bertukar pikiran, percakapan, penyampaian berita, bertelepon, dan memberi petunjuk.  Sedangkan berbicara formal  antara lain, diskusi, ceramah, pidato, wawancara, dan bercerita (dalam situasi formal). Pembagian  atau klasifikasi seperti  ini bersifat luwes. Artinya, situasi pembicaraan yang akan menentukan keformalan dan keinformalannya. Misalnya: penyampaian berita atau memberi petunjuk dapat juga bersifat formal  jika berita atau petunjuk itu berkaitan dengan situasi formal, bukan penyampaian berita antar teman atau bukan pemberian petunjuk kepada orang  yang  tersesat di jalan.
Berikut ini  salah satu contoh pemberian petunjuk pada situasi formal.
Pengarahan seorang  pemimpin kepada para bawahannya

Pemimpin :  Saudara-saudara  karyawan  PT “A”
                     Pada pagi ini, saya akan menyampaikan informasi mengenai bagaimana  cara  membuat   laporan yang efektif. 
        
Contoh berikut ini adalah  pemberian petunjuk  tidak formal.
Seorang  perempuan tersesat di jalan dan ia tidak tahu ke mana  arah menuju stasiun kereta. Ia bertemu dengan seorang pelajar  putri  dan bertanya,
                                                                                                    
Perempuan : De, ke mana arah stasiun kereta
Pelajar          : Ibu  mau ke mana?
Perempuan   : Ibu mau ke stasiun kereta
Pelajar         :  Dari sini Ibu jalan ke pertigaan lampu merah kira-kira 200 m dari  pertigaan lampu merah  Ibu belok  ke kiri, kira-kira 100 m  di situ stasiun kereta.
Perempuan    : Terima kasih, De,
Pelajar            : Terima kasih kembali, hati-hati Bu. 

Berikut ini juga akan dicontohkan  bertelepon  yang dapat bersituasi formal dan informal.
Contoh   : Bertelepon  yang bersituasi informal
Dihan       : Dihan di sini
Ibu Rita  : Halo, saya Rita, dapatkah  saya bicara dengan    Pak  Deni?
Dihan     : Maaf Bu, Bapak sedang dinas luar. Ada pesan, Bu?
Ibu Rita  : Tolong sampaikan  jasnya sudah jadi, Pak Deni bisa ngambil  besok atau setelah ia kembali dari dinas luar.    Terima kasih, De, Dihan.
Dihan         : Sama-sama, Bu.

  Contoh   : Wawancra
        Wawancara dilakukan  di kantor  Kepala Sekolah pada  siang hari. Wawancara berlangsung formal karena suasana dan situasi jam kerja. Pewawancara ingin mengetahui lebih jauh mengenai  keunggulan sekolah.

Pewawancara     : Selamat pagi, Pak!
Kepala Sekolah  : Selamat pagi.
Pewawancara : Terima kasih Pak, karena Bapak telah bersedia        meluangkan waktu  pagi ini untuk menjelaskan keunggulan sekolah yang Bapak pimpin. Begini, Pak, sudah tidak asing lagi bagi masyarakat bahwa sekolah ini termasuk sekolah yang diunggulkan atau sekolah unggulan, apa yang menyebabkan sekolah ini disebut sekolah unggulan?
Kepala Sekolah  : Sebenarnya  semua sekolah termasuk sekolah unggulan, sekolah  kami memang memiliki kelebihan dari sekolah
  yang lain di antaranya adalah disiplin, baik kepala  sekolah, guru, siswa, staf tata usaha, dan penjaga sekolah dengan kata lain semua elemen sekolah  berdisiplin. Karena, disiplin merupakan modal utama kemajuan sebuah sekolah.
Pewawancara :  Selain disiplin, apakah karena di sekolah ini tempat anak orang  yang memliki ekonomi menengah ke atas?
Kelapa Sekolah :  Tidak, banyak di antara siswa kami yang orang tuanyaberekonomi lemah, namun mereka memiliki semangat, semangat tinggi dalam belajar.
Pewawancara : Apakah siswa yang masuk di sekolah ini diseleksi?
Kepala Sekolah:  Ya, karena  sekolah ini daya tampungnya terbatas, sedangkan  peminatnya  terlalu banyak. Oleh karena  itu,   siswa yang masuk  ke sekolah ini  kami seleksi.
Pewawancara :Kalau begitu, siswa yang masuk sekolah ini memang Benar-benar  unggul!
Kepala Sekolah   :  Benar, tetapi  jangan disalah tafsirkan bahwa siswa   yang di terima di sekolah ini,  mereka yang unggul  intelegensi saja tapi mereka  unggul  dalam arti yang memiliki sikap baik.
Pewawancara        :   Terima kasih Pak, atas penjelasan Bapak. Selamat   Siang 
      
Wawancara merupakan bentuk komunikasi khas karena jarang terjadi perubahan peran pelaku komunikasi. Simak dialog sederhana di atas kemudian diskusikan dengan teman Anda. Selain wawancara dalam situasi formal terdapat pula bentuk penyampaian dengan diskusi  (formal). Diskusi dapat  berwujud diskusi kelompok, diskusi panel, seminar, curah pendapat (brainstorming), simposium, konferensi. Oleh sebab itu, dipandang perlu untuk memberi penjelasan mengenai hal itu.

a.            Diskusi
       Pada saat Anda menatar, Anda dapat meminta pentatar mendiskusikan materi penataran. Pada saat Anda rapat, misalnya, Anda  dan teman-teman dapat mendiskusikan rencana  pembangunan  taman sekolah. Di kampung pun,  ibu-ibu dapat berdiskusi mengenai rencana           
 apa saja.  Pada tiga kalimat  ini menggunakan kata diskusi .  Lalu, apakah  diskusi itu?
Diskusi  dapat diartikan sebagai ‘suatu proses bahasa lisan dalam bentuk tanya jawab’ (Bagaimana pendapat Anda, samakah dengan wawancara?) Selain itu, diskusi juga dapat dimaknai ‘suatu cara untuk memecahkan masalah dengan proses berpikir’  (Tarigan dalam Kisyani, 2003:22). Diskusi dapat juga berarti ‘pembicaraan antardua atau lebih orang dengan tujuan untuk mendapatkan suatu pengertian, kesepakatan, atau keputusan bersama mengenai suatu masalah’. Diskusi juga diartikan ‘pertemuan ilmiah untuk membahas suatu masalah’ (Anton M. Moeliono, dkk., 1988:209).
Suatu diskusi akan berhasil baik apabila memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut.
(1)  Peserta dapat menerima tujuan diskusi;
(2)  Peserta memahami permasalahan yang akan didiskusikan;
(3)  Peserta memiliki rasa tanggung jawab untuk kelancaran diskusi dan memiliki sikap tenggang rasa serta saling menghormati;
(4)  Pemimpin diskusi dan pembicara (jika ada) merupakan orang yang tegas, berwibawa, dan dihormati peserta diskusi;
(5)  Pemimpin diskusi menjamin kebebasan para peserta diskusi untuk mengeluarkan pendapat (Kisyani, 2003:23).      
       Sehubungan dengan batasan bahwa diskusi ‘merupakan pertemuan ilmiah untuk membahas suatu masalah’, berikut ini dibahas mengenai bentuk penyampaian dalam diskusi formal yang meliputi diskusi kelompok, diskusi panel, seminar, simposium, konferensi, dan curah pendapat (brainstorming).

(1) Diskusi kelompok
     Kelompok dapat diterjemahkan ‘beberapa  individu yang berkumpul dengan suatu tujuan’ atau ‘ kumpulan orang yang memiliki hubungan  dengan pihak yang sama’ ( Anton  M. Moeliono, dkk., 1988:412). Dengan demikian secara umum dapat sering diartikan bahwa diskusi kelompok adalah bertukar pikiran dalam musyawarah yang direncanakan atau dipersiapkan antara dua orang atau lebih tentang topik  dengan seorang pemimpin  (Kisyani  2003:23). Diskusi kelompok sering juga disebut sebagai ‘percakapan terpimpin’.
      Dalam diskusi kelompok biasanya dipimpin oleh seorang pemandu yang bertugas membuka dan menutup  acara, mengendalikan jalannya diskusi dan membuat simpulan.  Adapun sebagai narasumber bertugas memberikan informasi yang diperlukan, menjelaskan hal-hal yang tidak dipahami peserta diskusi dan membuat kesepakatan bersama dan putusan akhir.
        Sebagai seorang pemandu  diskusi biasanya mengucapkan salam pembuka, mengucapkan terima kasih, mengutarakan tujuan diskusi, dan acara  diskusi secara garis besar.  Kemudian, pada  saat menutup diskusi biasanya pemandu membacakan atau menyampaikan simpulan atau rangkuman pembicaraan, ucapan terima kasih, harapan, dan salam penutup.
        Berikut ini secara umum dipaparkan langkah-langkah atau tata cara dalam diskusi kelompok adalah sebagai berikut:
(a)  Pemandu membuka diskusi kelompok
Pada saat membuka diskusi kelompok seorang pemandu dapat mengucapkan salam pembuka dan mengemukakan masalah yang akan didiskusikan;
(b)  Dilakukan pembicaraan hakikat masalah yang didiskusikan
Hakikat masalah yang didiskusikan disampaikan oleh pembicara (peran pembicara dapat dirangkap oleh pemandu). Dalam hal ini pembicara dapat mengemukakan  bagian-bagian penting masalah yang akan didiskusikan;
(c)  Pencarian sebab yang menimbulkan masalah
Pencarian sebab dapat pula dikemukakan oleh pembicara. Dalam hal ini tidak tertutup kemungkinan bahwa peserta diskusi akan ikut menyumbangkan suara dalam merumuskan sebab-sebab yang menimbulkan masalah;
(d)  Pendiskusian mengenai kemungkinan cara pemecahan masalah yang dapat digunakan;
(e)  Setiap kemungkinan pemecahan masalah dipertimbangkan  baik buruknya, kemudian dipilih cara pemecahan yang terbaik. Cara pemecahan yang dipilih adalah cara yang merupakan permufakatan dari hasil musyawarah. Namun, andaikan tujuan diskusi bukan untuk memecahkan masalah, tetapi untuk menampung pendapat, pemecahan masalah tidak mutlak dilakukan;
(f)   Pemandu menutup diskusi kelompok
Pada saat menutup diskusi kelompok dapat dikemukakan hasil diskusi, harapan-harapan, dan salam penutup.
    
      (2) Diskusi Panel
           Diskusi panel adalah diskusi yang dilakukan oleh sekelompok orang yang disebut panelis yang membahas suatu masalah atau topik yang menjadi perhatian umum di depan khalayak atau pendengar atau penonton. Misalnya:
Dua atau tiga orang  yang mempunyai keahlian  atau dianggap ahli dalam bidang tertentu mendiskusikan  suatu masalah yang dipimpin oleh seorang pemandu atau moderator  di hadapan khalayak, pendengar atau penonton.   Dalam kegiatan ini penonton  dapat diberi kesempatan untuk bertanya, menyanggah atau berkomentar  sesuai dengan tata tertib atau kesepakatan antara para panelis dan moderator diskusi panel.
        Langkah-langkah pembicaraan atau tata cara dalam suatu diskusi panel adalah sebagai berikut.
(a) Pemandu membacakan tata tertib dan memperkenalkan para panelis;
(b) Panelis pertama diberi kesempatan berbicara dalam waktu yang telah ditentukan  dalam tata tertib. Panelis pertama ini menjelaskan masalah dan pandangannya terhadap masalah sesuai dengan keahliannya;
(c) Panelis kedua mengutarakan pendapat dan pandangannya terhadap masalah yang dibicarakan sesuai dengan keahliannya. Waktu yang digunakan panelis kedua ini sama dengan waktu yang digunakan oleh panelis pertama;
(d) Panelis ketiga diberi kesempatan untuk berbicara sesuai dengan keahliannya. Waktu yang digunakan sama dengan panelis  pertama dan kedua;
(e) Setelah semua panelis mengutarakan pandangan mereka, diadakan diskusi informal antarpanelis disertai penjelasan mengapa mereka berbeda pendapat mengenai masalah itu;
(f) Pemandu menutup diskusi dengan menyimpulkan hasil  pembicaraan para panelis. Sedangkan khalayak tidak  berpartisipasi aktif dalam diskusi ini. Akan tetapi, dalam bentuk panel forum khalayak dapat berpartisipasi aktif atau mempunyai hak untuk mengemukakan pendapat. Jadi yang dimaksud dengan forum ini adalah forum terbuka, ada tanya jawab antara khalayak dengan panelis.

   b. Seminar
       Seminar  merupakan jenis diskusi kelompok yang diikuti oleh para ahli dan dipimpin oleh seorang pemandu untuk mencari pedoman dan penyelesaian masalah tertentu. Hasil pemikiran atau hasil penelitian yang akan disampaikan oleh pembicara atau penyanggah utama sebaiknya ditulis dalam kertas kerja atau makalah.
       Langkah-langkah pembicaraan atau tata cara seminar adalah sebagai berikut.
(a) Pemandu membuka seminar, membacakan tata tertib, dan   memperkenalkan pembicara (serta penyanggah utama dan pembanding jka ada);
(b)   Pembicara menyampaikan pandangannya  terhadap masalah yang   telah ditentukan;
(c)    Pembicara kedua  memgutarakan pandangannya;
(d) Pembicara ketiga diberi kesempatan yang sama untuk mengemukakan pendapatnya;
(e)  Apabila ada penyanggah atau pembanding  diberi kesempatan untuk  menyampaikan sanggahannya;
(f)    Peserta seminar diberi kesempatan untuk menanggapi;
(g)   Dibentuk kelompok kecil untuk membahas setiap makalah atau kertas kerja dan merumuskan hasil (oleh tim perumus);
(h)  Pemandu mengakhiri dan menutup seminar.

      c.Simposium
       Simposium atau  sarasehan merupakan jenis diskusi kelompok yang hampir sama dengan panel. Perbedaannya terletak pada keresmian pidato yang disampaikan dalam simposium (pidato simposium lebih resmi). Dalam simposium tidak ada interaksi antar pembicara yang satu dengan yang lainnya. Simposium biasanya memerlukan penyanggah utama dan ada jawaban dari sanggahan. Simposium biasanya bertujuan untuk menampung pendapat. Jadi dalam simposium masalah yang sedang didiskusikan tidak harus dijawab  ya atau idak. Keputusan  itu biasanya berupa beberapa alternatif.
Langkah-langkah kegiatan dalam simposium adalah sebagai berikut.
(a)  Pemandu membuka simposium, menjelaskan secara umum, membacakan tata tertib, dan memperkenalkan pembicara;
(b)  Pembicara pertama, kedua, ketiga diberi kesempatan secara bergiliran untuk menyampaikan pandangannya sesuai dengan keahliannya;
(c)  Penyanggah utama dan pembanding diberi kesempatan untuk menyampaikan sanggahannya (jika ada penyanggah atau pembanding);
(d)  Dalam simposium forum,  peserta diberi kesempatan untuk bertanya atau mengutarakan pendapat;
(e)  Pemandu merumuskan dan menutup simposium.


    d.  Konferensi
        Konferensi adalah pertemuan antara beberapa perwakilan kelompok atau organisasi untuk merundingkan suatu masalah tertentu. Dalam konferensi terjadi saling menukar informasi  dari kelompok yang satu kepada kelompok  yang lain. Mereka bersama-sama memecahkan masalah sehingga terdapat kesepakatan yang dapat diterima sesuai dengan prosedur yang berlaku. Dalam beberapa hal  konferensi dapat mengacu pada diskusi pengambilan tindakan. Dengan kata lain  dalam konferensi dibuat suatu keputusan dan berdasarkan keputusan itu dilakukan tindakan.
        Peserta konferensi biasanya dipilih berdasarkan keahlian khusus atau karena pengetahuannya mengenai masalah yang menjadi pokok pembicaraan.
          Langkah-langkah atau tata cara konferensi adalah sebagai berkut.
(a)  pemimpin membuka konferensi dengan membacakan tata tertib dan permasalahan yang akan dibicarakan.
(b)  Peserta  mengemukakan pendapat dengan sistematis.
(c)  Pemimpin mengakhiri dan menutup konfrensi.

      e.Curah Pendapat
  Curah pendapat atau  brainstorming  merupakan salah satu cara memecahkan   masalah. Dalam curah pendapat kahalayak dapat mengusulkan dengan cepat segala kemungkinan pemecahan masalah yang
terpikirkan pada saat itu. Usulan tanpa kritik. Evaluasi terhadap usulan khalayak dilakukan kemudian.
Tata cara pelaksanaan curah pendapat adalah sebagai berikut.
 (a) Pemimpin membuka curah pendapat, membacakan tata tertib, dan mengemukakan masalah yang akan dibahas atau dipecahkan;
(b) Khalayak diberi kesempatan mengemukakan pendapat terhadap masalah yang dibahas. Dalam hal ini, kecepatan mengemukakan ide dalam curah pendapat sangat diperlukan;
        (c) pemimpin menampung semua usul kemudian dievaluasi, akhirnya      disimpulkan.
    f.  Pidato
        Pidato adalah pengungkapan pikiran oleh seseorang dalam bentuk lisan yang ditujukan kepada orang banyak. Misalnya:        
(1) Pidato kenegaraan, yaitu pidato Kepala Negara di depan anggota DPR/MPR;
(2) Pidato pengukuhan, yaitu pidato yang disampaikan oleh seorang pejabat setingkat  rektor  universitas pada saat diangkat secara resmi;
      (3) Pidato  perpisahan.

g.    Ceramah
       Ceramah adalah ungkapan pikiran secara lisan oleh seseorang  tentang sesuatu atau pengetahuan kepada para pendengar. Dalam ceramah ada beberapa hal  yang merupakan ciri khas, yaitu:
(a)  adanya suatu yang dijelaskan atau dinformasikan untuk memperluas pengetahuan para pendengar, biasanya disampaikan oleh seseorang yang memiliki keahlian atau pengetahuan di bidang tertentu;
(b)  terdapat komunikasi dua arah antara peceramah dengan pendengar yaitu, berupa dialog atau tanya jawab;
(c)  dapat menggunakan alat bantu (over head projector, gambar) untuk memperjelas uraian.


III. PEMBELAJARAN BERBICARA

A.   Pengertian
      Apa yang dimaksud dengan istilah pembelajaran? Sebenarnya dari segi makna istilah pembelajaran tidaklah asing  bagi para pendidik. Yang belum biasa bagi kita adalah bentuk morfologi pembelajaran.  Kurikulum 1984, kita temukan istilah pengalaman belajar. Dalam konsep CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) sering disinggung aktivitas belajar. Dalam keterampilan proses kita temukan istilah kegiatan belajar dan di dalam  Kurikulum 2003 istilah yang digunakan  standar kompetensi atau kompetensi dasar. Semua istilah itu mengacu pada pengertian yang sama yaitu pengalaman belajar yang dilakukan dan dirasakan siswa  dalam menguasai suatu  bahan pembelajaran. Dengan kata lain pembelajaran  ialah pengalaman yang dialami murid dalam proses menguasai kompetensi dasar pembelajaran.

B.   Pemilihan Materi Pembelajaran
           Pemilihan materi pembelajaran berbicara seharusnya sesuai dengan butir-butir materi yang telah digariskan di dalam kurikulum. Selain itu, pemilihan materi juga disesuaikan dengan tingkat kelas, siswa, serta situasi dan kondisi yang melingkupinya serta kompetensi dasar yang harus dicapai pada setiap  tingkat. Di samping itu, pemilihan materi harus dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa dan kecakapan hidup.
          Kompetensi dasar berbicara yang harus dicapai dalam kegiatan pembelajaran siswa SMA  antara lain, memperkenalkan diri, orang lain, berdiskusi, mengkritik, menceritakan berbagai pengalaman, mendiskusikan masalah, bercerita, memberi tanggapan, menyampaikan informasi, menyampaikan uraian tentang teks, berwawancara, menyampaikan hasil penelitian, menyampaikan gagasan, menanggapi isi pembicaraan, menyampaikan inti sari buku, berpidato tanpa teks.       
Materi bercerita, misalnya, hendaknya disesuaikan dengan situasi dan kondisi  siswa. Jangan sampai siswa yang belum pernah melihat tugu Monas (Monumen Nasional) di Jakarta diminta untuk bercerita tentang itu.   Demikian juga materi berwawancara dan yang lainnya harus disesuaikan dengan kondisi yang melingkupi siswa.  Semua materi berbicara harus diintegrasikan dengan keterampilan mendengarkan, membaca, dan menulis serta kebahasaan dan kesasteraan.

                         C.       Metode Pembelajaran
               Metode pembelajaran adalah cara menyampaikan pembelajaran atau pengalaman belajar kepada siswa. Metode merupakan sarana untuk mewujudkan pengalaman belajar yang telah dirancang (Tarigan, 1980: 260).
             Berikut ini adalah beberapa metode pembelajaran yang dapat diterapkan antara lain: lihat–ucap, deskripsi, menjawab pertanyaan, bertanya menggali, memberikan, melanjutkan, menceritakan kembali, bercakap-cakap, parafrase, mereka cerita gambar, bercerita, melaporkan, bermain peran, wawancara, diskusi bertelepon, dramatisasi.
Berikut ini diuraikan satu persatu metode-metode tersebut.
1) Lihat-ucap
     Metode ini digunakan untuk merangsang siswa mengekspresikan hasil pengamatannya, berupa gambar, benda nyata yang dekat dengan kehidupan siswa.
Misalnya:
Anda menunjukkan  sebatang pohon, kemudian meminta siswa menyebutkan bagian-bagian dari  pohon itu Guru menunjukkan sebatang pohon dan bertanya “ Pohon apa ini?”
Siswa menjawab : “Pohon jambu.”
Guru                   : “Coba kalian sebutkan bagian-bagian dari pohon ini
Siswa                   : “ Ada batang”
Siswa                   : “  Ada daun”
Guru                     : “ Kamu, Ani!”
Ani                        : “ Ada akarnya, ada cabangnya”.
Guru                      : “ Bagus”.



2)  Deskripsi
 Deskripsi berarti menggambarkan/melukiskan atau memberikan sesuatu secara verbal. Metode  ini digunakan untuk melatih siswa berbicara atau mengekspresikan hasil pengamatannya terhadap sesuatu.

  3) Menjawab Pertanyaan
   Metode digunakan untuk melatih siswa yang malu-malu. Melalui pengajuan sejumlah pertanyaan dan kesempatan untuk menjawab, guru dapat memancing ekspresi lisan siswa.          
    Misalnya:
    Guru         :  Siapa namamu?
    Siswa        Nina
    Guru         :  Di mana kamu tinggal?
    Siswa       :   Jalan Bunga
    Guru         :   Kamu punya adik?
    Siswa       :   Punya.
    Guru         :  Siapa namanya?
    Siswa       :   Iin
    Guru         :  Bagus, terima kasih.

4)    Bertanya Menggali
Pertanyaan menggali  dimaksudkan supaya siswa banyak berpikir. Pertanyaan menggali membutuhkan  jawaban yang berupa penjelasan dan bukan jawaban  ya  atau  tidak. Pertanyan  juga untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap sesuatu.


Misalnya:
Guru  : Bapak lihat kamu, Dina, sering melamun. Ada masalah?
Dina   : Tidak Pak.
Guru   : Jika ada masalah, sebaiknya jangan di simpan di hati. Bapak yakin setiap  masalah pasti ada jalan keluarnya.
Dina    : Sebenarnya begini Pak, akhir-akhir ini saya sedang mendapat musibah.
              Ibu saya sakit, bapak saya tidak bekerja karena di PHK.
Guru    : O, begitu masalahnya.
  Dialog ini dapat Anda kembangkan  lebih lanjut.

5)    Melanjutkan
Dalam metode ini, Anda dapat membuat suatu permainan cerita. Siswa disuruh menceritakan suatu cerita kemudian siswa yang lain diminta untuk melanjutkannya.
Misalnya:
Guru   :  Bangunan sekolah kita berlantai  yang terdiri atas ruang kelas, ruang guru, ruang kepala sekolah, dan ruang tata usaha.
Siswa A: Di samping itu, ada juga ruang perpustakaan, dan kamar kecil.
Siswa B :  Di ruang perpustakaan  tersedia ruang baca.
 

6)    Bercakap-cakap
Percakapan adalah pertukaran pikiran atau pendapat mengenai sesuatu antardua orang atau lebih. Pada kegiatan ini biasanya dalam suasana   akrab dan sopan.


Misalnya:
Saat guru masuk kelas, siswa baru saja menerima raport.
Guru   : Bagaima mana  nilai  raport kalian?
Siswa  : Alhamdulillah, lumayan.
Guru  : Dina dan Iin, coba kalian percakapkan nilai raport kalian.
Dina   : In  bagaimana nilai rapormu
Iin       : Ya, pokoknya lumayan, tidak ada merahnya.
               Raport kamu gimana?
Dina   :Sama seprti rapor kamu, yang pentingkan mata pelajaran pokok tidak kurang dari tujuh nilainya.
Guru memberi motivasi kepada siswa.

7)    Memberi petunjuk
Memeberi petunjuk merupakan keterampilan berbicara taraf tinggi, sebab memberi petunjuk berarti berbicara secara jelas dan terarah. Memberi petujuk sering dilakukan orang dalam kehidupan sehari-hari.

8)    Bercerita
Bercerita adalah suatu keterampilan yang semua orang pandai bercerita. Pembawa cerita harus membawakan cerita sesuai dengan isinya, dapat menirukan suatu perilaku tokohnya. Akan lebih baik lagi apabila pembawa cerita dapat melibatkan emosi, imajinasi pendengar terhadap cerita yang disampaikan. Pada  metode  ini, Anda dapat meminta siswa untuk memilih cerita yang menarik  baik tentang dirinya, tentang orang lain atau tentang apa saja. Kemudian siswa menceritakan cerita itu. Kegiatan cerita ini akan menuntun siswa  menjadi pembicara yang baik.

      9)    Melaporkan
Melaporkan artinya menyampaikan gambaran, lukisan atau peristiwa terjadinya sesuatu secara lisan. Kegiatan melaporkan  dapat dilakukan dalam hal, perjalanan, pembacaan cerpen, dan sebagainya. Selain itu kegiatan melaporkan juga dapat dilakukan dalam wujud pidato.

10)    Bermain Peran
Teknik bermain peran adalah suatu cara penguasaan bahan pelajaran melalui pengembangan penghayatan dan imajinasi siswa. Dalam pengajaran bahasa teknik bermain peran sangat cocok digunakan  untuk menghayati dan menggunakan berbagai ragam bahasa. Cara berbahasa setiap orang berbeda karena setiap orang berbeda dalam perannya Bermain peran hampir sama dengan percakapan. Hanya saja dalam percakapan seseorang memerankan dirinya masing-masing sedangkan dalam bermain peran seseorang memerankan orang lain.

        11)  Wawancara atau interview
Wawancara atau interview adalah salah satu kegiatan  dalam bentuk tanya jawab yang terarah. Melaui metode ini siswa dilatih menyusun pertanyaan yang terarah, mengajukan pertanyaan dengan ucapan yang jelas dan intonasi yang tepat.  Wawancara  adalah kegiatan  percakapan dalam situasi formal, orang yang diwawancarai biasanya  orang yang berprestasi, ahli, atau istimewa. Dalam situasi informal wawancara dapat berlangsung antarteman.     

         12) Diskusi
Diskusi adalah proses pelibatan dua orang atau lebih yang berinteraksi  secara verbal dan tatap muka mengenai  tujuan yang tertentu, melalui cara tukar menukar infomasi untuk memecahkan masalah.

13 )  Bertelepon
Melalui metode ini, Anda dapat meminta siswa untuk mendemonstrasikan  berbicara melalui telepon. Dalam bertelepon pembicaraan harus jelas, lugas dan singkat karena waktu sangat diperhitungkan dalam bertelepon. Di sini dapat digunakan media telepon mainan. Satu hal yang harus diingat dalam bertelepon seseorang itu berbicara, bukan bertatap muka. Oleh karena itu, kalimat yang tepat untuk meminta sseorang berbicara adalah: “ Dapatkah saya berbicara dengan  Bu….  atau Pak….?

        14) Dramatisasi
Dramatisasi  atau bermain drama  lebih kompleks daripada bermain peran karena guru dan siswa harus mempersiapkan skenario, pelaku, dan perlengkapan. Dalam hal ini skenario dapat dibuat oleh guru dan siswa atau menggunakan skenario yang sudah ada. Dengan dramatisasi ini, siswa dilatih mengekpresikan perasaan dan pikiran tokoh dalam bentuk bahasa lisan.

D. Prinsip-prinsip Pembelajaran Berbicara
   Naluri berbicara merupakan pembawaan yang ada pada setiap manusia normal. Namun, berbicara secara baik dan benar perlu latihan dan pengalaman. Apalagi jika berbicara di muka umum ada kaitannya dengan penampilan, maka selain syarat di atas masih diperlukan adanya pengembangan wawasan dan ilmu pengetahuan yang terkait, seperti psikologi massa, budaya, ilmu retorika, dan cara berbicara yang efektif, efisien, dan menarik. Brygate 1983 dalam Lidah, 2003, berpendapat bahwa keterampilan interaksi nyata di depan umum dan di masyarakat. Hal  yang dapat dikembangkan dalam rangka pengumuman tentang tugas guru, simulasi kelas dan bermain peran dan diskusi kelompok. Sekalipun model pelatihan ini manipulatif, tetapi dalam  proses pembelajaran cukup baik karena guru dapat mengarahkan dan sekaligus menilai perkembangan anak untuk kepentingan pembinaan individu. Dari seluruh model tersebut dapat dijelaskan secara lebih professional dan dalam bentuk prinsip umum sebagai berikut.
 (a)  Pembelajaran mendengarkan dan membaca teks singkat kemudian berlatih dalam bentuk dialog secara berpasangan;
 (b)   Mendengar dan  mengulangi;
 (c)   Mendengarkan model dialog, lalu mengulanginya dengan   mengganti peran dalam dialog dengan nama sendiri;
(d) Membaca petunjuk pertanyaan dan kemudian mengembangkannya dalam bentuk pertanyaan;
 (e) Membaca  kerangka dialog dan mempraktikkannya dengan penjiwaan;
  (f)  Mendengarkan/membaca model pertanyaan dan bertanya pada          pasangan;
  (g) Mengkaji sebuah gambar lalu siswa disuruh memberikan komentar yang bersifat argumentatif;
(h)   Mendengarkan wawancara, lalu mempraktikkan hal yang sama dengan temannya di bawah bimbingan guru. 

E.     Penilaian Pembelajaran Berbicara
 Berbicara sebenarnya merupakan kegiatan kompleks yang melibatkan beberapa faktor. Yaitu kesiapan belajar, kegiatan berpikir, kesiapan mempraktikkan, motivasi, dan bimbingan. Apabila salah satu faktor tidak dikuasai dengan baik, akan terjadi kelambatan pada saat dikuasai dan mutu bicara akan menurun (Mackey dalam Hastuti, dkk., 1985:6). Semakin tinggi seseorang menguasai kelima unsur itu, semakin baik pula penampilan dan penguasaan bicaranya.
 Salah satu model yang digunakan dalam penilaian berbicara (khususnya dalam berpidato dan bercerita) adalah sebagai berikut; skala penilaian yang digunakan adalah 0—10  (Nurgiyanto, 1980:265).
(a)    keakuratan informasi;
(b)    hubungan antar informasi;
(c)     ketepatan struktur dan kosakata;
(d)    kelancaran;
(e)    kewajaran;
(f)     gaya pengucapan.
    Untuk masing-masing butir penilaian  tidak harus selalu sama bobotnya, bergantung pada apa yang menjadi fokus penilaian pada saat itu. Yang penting, jumlah semua bobot penilaian 10 atau 100 sehingga mempermudah  mendapatkan nilai akhir, yaitu  (jumlah nilai x bobot):10 atau 100.

Misalnya:
Butir 1, keakuratan informasi berbobot  20,
Butir 2, hubungan antarinformasi berbobot 15,
Butir 3, ketepatan struktur berbobot 20,
Butir 4, kelancaran berbobot 15,
Butir 5, kewajaran urutan wacana berbobot 15,
Butir 6, gaya pengucapan berbobot 15.        
   Selain itu, alat penilaian dalam berbicara (khususnya wawancara) dapat berwujud penilaian yang terdiri atas komponen tekanan, tata bahasa, kosakata, kefasihan, dan pemahaman. Penilian ini disusun dengan skala: 1—6,  1 berarti     sangat kurang dan 6 berarti sangat baik. Berikut ini adalah deskripsi masing-masing komponen.
a)  Tekanan
             (1)   ucapan sering tidak dapat dipahami;
  (2)  sering terjadi kesalahan besar dan aksen kuat yang     menyulitkan pemahaman, menghendaki untuk selalu diulang;
            (3)   pengaruh ucapan asing (daerah) yang mengganggu dan   menimbulkan salah  ucap yang dapat menyebabkan kesalahpahaman;
         (4)  pengaruh ucapan asing (daerah) dan kesalahan ucapan yang    tidak menyebabkan kesalahpahaman;
         (5) tidak ada salah ucapan yang mencolok, mendekati  ucapan    standar;
 (6)  ucapan sudah standar;

        b)  Tata bahasa
  (1)  penggunaan bahasa  hampir selalu tidak tepat;
  (2)  ada kesalahan dalam penggunaan pola-pola secara tetap selalu mengganggu komunikasi;
   (3)  sering terjadi dalam pola tertentu karena kurang cermat yang   dapat mengganggu komunikasi;
  (4)  kadang-kadang terjadi kesalahan dalam pengunaan pola tertentu, tetapi tidak mengganggu komunikasi;
    (5) sering terjadi kesalahan, tetapi  bukan pada penggunaan pola;
     (6)   tidak lebih dari dua kesalahan selama berlangsungnya kegiatan   berwawancara.
      
c)    Kosakata
(1)       penggunaan kosakata tidak tepat dalam    percakapan   yang sederhana sekalipun;
(2)       penguasaan kosakata sangat terbatas pada keperluan  dasar personal;
(3)       pemilihan kosakata sering tidak tepat dan    keterbatasan penggunaannya menghambat kelancaran komunikasi dalam sosial dan profesional;
(4)       penggunaan kosakata teknis tepat dalam pembicaraan tentang tertentu, tetapi penggunaan kosakata umum secara berlebihan;
(5)       penggunaan kosakata teknis lebih luas dan cermat, kosakata umum tepat digunakan sesuai dengan situasi sosial;
(6)       penggunaan kosakata teknis dan umum luas dan    tepat.  
           
            d)   Kelancaran
                  (1)  pembicaraan selalu berhenti dan terputus-putus ;
                  (2)  pembicaraan sangat lambat dan tidak ajeg kecuali   untuk kalimat   pendek;
                  (3)  pembicaraan sering  ragu, kalimat tidak lengkap;
                  (4) pembicaraan lancar dan luas tetapi sekali-sekali kurang ajeg ;
                 (5)  pembicaraan dalam segala hal lancar.
             
             e)  Pemahaman
                  (1) memahami sedikit isi percakapan yang paling   sederhana;
                  (2) memahami dengan lambat percakapan sederhana,   perlu penjelasan dan pengulangan;
                  (3)  percakapan sederhana dengan baik, kadang-kadang  masih perlu penjelasan ulang;
                  (4)  memahami percakapan  normal dengan baik, kadang-kadang   masih perlu penjelasan  dan pengulangan;
               (5)  memahami segala sesuatu dalam percakapan normal   kecuali bersifat koloqial;
                  (6)  memahami segala sesuatu dalam percakapan normal dan   koloqial.
       




















RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

MATA PELAJARAN: BAHASA INDONESIA
KELAS/SEMESTER: VII/1
ALOKASI WAKTU   : 2 Jam Pelajaran

STANDAR KOMPETENSI:
 Mengungkapkan pengalaman dan informasi melalui kegiatan bercerita dan menyampaikan pengumuman

KOMPETENSI DASAR:
Menyampaikan pengumuman dengan intonasi yang tepat serta menggunakan kalimat-kalimat yang lugas dan sederhana         

INDIKATOR:
1.  memberikan tanda penjedaan pada teks pengumuman
2.  menyampaikan pengumuman dengan intonasi yang tepat.
3.  menyampaikan pengumuman dengan kalimat yang lugas.
4.  menyampaikan pengumuman dengan kalimat sederhana.

TUJUAN PEMBELAJARAN:
1.  siswa dapat menyampaikan pengumuman dengan jeda yang tepat
2.  siswa dapat menyampaikan pengumuman dengan intonasi yang tepat
3.  siswa dapat menyampaikan pengumuman dengan kalimat yang lugas.
4.  Siswa menyampaikan pengumuman dengan kalimat yang sederhana.

MATERI PEMBELAJARAN:
1.    Teks Pengumuman
a.  Penjedaan
b.  Penyampaian Pengumuman dengan Intonasi yang tepat
2.    Paragraf Ilustrasi Peristiwa
a.  Penyampaian Pengumuman dengan Kalimat Lugas Sesuai Ilustrasi Peristiwa
b.  Penyampaian Pengumuman dengan Kalimat Sederhana Sesuai Ilustrasi Peristiwa

METODE PEMBELAJARAN:
a.     Penugasan
b.     Tanya Jawab
c.      Pemodelan
d.     Demostrasi

KEGIATAN  PEMBELAJARAN:
A.     Kegiatan Awal (Pendahuluan)
1.  Siswa bertanya jawab tentang berbagai pengumuman yang pernah dibaca atau didengarkan.
2.  Salah satu siswa menceritakan kembali secara sekilas pengumuman yang pernah dibaca atau didengarkan tersebut (bisa berdasarkan isinya, cara penyampaiannya, dsb.).
3.  Siswa menulis tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada kegiatan pembelajaran ini.

B.    Kegiatan Inti
1.  Siswa membaca contoh teks pengumuman dalam hati.
2.  Siswa memberikan tanda jeda pada teks pengumuman tersebut.
3.  Siswa menyampaikan (membacakannya) ke depan kelas.
4.  Siswa lain mengomentari cara penyampaian/pembacaan tersebut.
5.  Siswa membaca paragraf ilustrasi tentang suatu peristiwa.
6.  Siswa menyampaikan pengumuman secara lisan dan dengan kalimat yang lugas sesuai dengan isi paragraf ilustrasi tersebut.
7.  Siswa lain mengomentari isi pengumuman dan cara penyampaian pengumuman tersebut.
8.  Siswa membaca paragraf ilustrasi tentang suatu peristiwa (yang lain).
9.  Siswa menyampaikan pengumuman secara lisan dan dengan kalimat sederhana sesuai dengan isi paragraf ilustrasi tersebut.
10.   Siswa lain mengomentari isi pengumuman dan cara penyampaian pengumuman tersebut.

C.    Kegiatan Akhir (Penutup)
1.  Siswa mengungkapkan permasalahannya pada saat KBM berlangsung (misalnya pada waktu menyampaikan pengumuman).
2.  Siswa mengaitkan kegiatan pembelajaran dengan kehidupan sehari-harinya.
3.  Siswa mencari teks pengumuman lain untuk diberikan tanda jeda sebagai tugas rumah dan dibahas pada pelajaran yang akan datang.

ALAT/BAHAN/SUMBER BELAJAR
  1. Alat/Bahan:
·         Teks Pengumuman
·         Ilustrasi Peristiwa

  1. Sumber Belajar:
Majalah
Koran
Buku Pelajaran BI SMP Kelas VII hal. . . .



PENILAIAN
I.    Tes Lisan
II.   Soal (Tes Lisan)
1.  Bacalah contoh teks pengumuman berikut ke depan kelas, (sebelumnya kamu dapat memberikan penjedaan pada teks pengumuman tersebut)!
Teks Pengumuman:
..........................................................................................................
Keterangan:
Guru dapat mencari contoh teks pengumuman dari koran/majalah, namun teks pengumuman ini berbeda dengan teks pengumuman (materi) yang telah dibahas pada kegiatan pembelajaran.


2.  Sampaikan pengumuman dengan kalimat lugas sesuai dengan peristiwa berikut ini!
Paragraf Peristiwa:
..........................................................................................................
Keterangan:
Paragraf peristiwa untuk penilaian berbeda dengan paragraf penilaian untuk materi yang telah dibahas pada kegiatan pembelajaran.


3.  Sampaikan pengumuman dengan kalimat sederhana sesuai dengan peristiwa berikut ini!
Paragraf Peristiwa:
..........................................................................................................
Keterangan:
Paragraf peristiwa untuk penilaian berbeda dengan paragraf penilaian untuk materi yang telah dibahas pada kegiatan pembelajaran.




III.    Rubrik à Contoh:

1. Penyampaian/Pembacaan Teks Pengumuman:
No.
Nama
Vokal
(25)
Lafal
(25)
Intonasi
(50)
Jumlah
(100)
1.





2.





3.





4.





5.






2 dan 3. Penyampaian Pengumuman Berdasarkan Peristiwa


No.
Kriteria
A
(91-100)
B
(81-90)
C
(71-80)
D
(61-70)
E
(51-60)
1.
Intonasi





2.
Kelugasan Kalimat





3.
Kesederhanaan Kalimat





4.
Kesesuaian Isi dengan Peristiwa





5.
Bahasa








Mengetahui
Kepala MTs. . . . . . . . . . . . . . . . . . . ,




. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
NIP.
. . . . . . . . . . . . . . . . , . . . . . . . . . 20. .
Guru Mata Pelajaran BI,




. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
NIP.


















DAFTAR  PUSTAKA

  Arsyad, Maidar G. dan Mukti U.S.  1988. Pembinaan Keterampilan Berbicara  Bahasa Indonesia. Erlangga. Jakarta.

Cirtobroto, R.I., Suhartin. 1982. Prinsip dan Teknik berkomunikasi. Jakarta: Bhatara Karya Aksara

Dipodjojo, Asdi S. 1982. Komunikasi Lisan. Yogyakarta: PD Lukman.

Hastuti P.H., Sri. Dkk.1985. Kemampuan Berbahasa Indonesia Murid

      Sekolah Dasar  Kotamadya Surabaya. Jakarta: Depdikbud.
Kerasf, Gorys.1980. Komposisi. Ende: Nusa Indah

Kisyani-Laksono. 1999. Teori Berbicara. Surabaya: Unesa University   Press.

Moeliono, Anton, M. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Pr. M. basir, Udjang. Pengajaran Keterampilan Bahasa di Sekolah: Suatu Konsep Pengembangan Kompetensi Bahasa . Lidah, Jurnal Pendidikan Bahasa dan sas tra. Volume 1, tahun 2003. Univ. Negeri Surabaya: FBS.

Nurgiyantoro, Burhan. 1988. Penilaian dalan Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogya karta: BPPE.

Tarigan, Djago. 1990. Materi Pendidikan Bahasa Indonesia I, Buku1—6. Jakarta: Depdikbud.

Tarigan, Djago, Martini,  dkk. 1997/1998. Pengembangan Keterampilan Berbicara Jakarta: Depdikbud.

Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. 1980. Teknik Pengejaran Keterampilan  Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Henry guntur. 1983. Berbicar sebagai Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Yasin, Salchan. 1991. Contoh Praktis MC(Pembawa Acara) dan Pidato. Surabaya: Mekar.