Welcome to Indonesia_Various Cultures in Indonesia_Come and Prove!!!!!!

Translate

FEMINISME DALAM NOVEL PECUN MAHAKAM
KARYA YATIE ASFAN LUBIS


SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni
IKIP PGRI Semarang untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat
Guna Memperoleh Derajad Sarjana Pendidikan


TEGUH KHOIRUR ROZIEQ

NPM  06410634



FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI 
IKIP PGRI SEMARANG


2010

SKRIPSI




FEMINISME DALAM NOVEL PECUN MAHAKAM
KARYA YATIE ASFAN LUBIS




 disusun dan diajukan oleh

Teguh Khoirur Rozieq

NPM  06410634



telah disetujui oleh pembimbing untuk diujikan
di hadapan Dewan Penguji
pada tanggal 27 Juli 2010


Pembimbing I,


Dra. Asropah, M.Pd
NPP 936601104

Pembimbing II,


Drs. Hardjito, M.Hum
NPP 936501103




FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
IKIP PGRI SEMARANG
SKRIPSI


FEMINISME DALAM NOVEL PECUN MAHAKAM
KARYA YATIE ASFAN LUBIS


yang disusun dan diajukan oleh

Teguh Khoirur Rozieq

NPM  06410634

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada tanggal 7 Agustus 2010
dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Dewan Penguji
Ketua,


Dra. Sri Suciati, M.Hum
NIP 1965 031 619 900 32002
Sekretaris,


Drs. Hardjito, M.Hum
NPP 936501103

1.      Drs. Hardjito, M.Hum                                                   (........................................ )
NPP 936501103
                                                                                      
2.      Dra. Asropah, M.Pd                                                       (........................................ )
NPP 936601104

3.      Dra. Ambarini AS, M.Pd                                               (........................................ )








FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
IKIP PGRI SEMARANG
MOTO dan PERSEMBAHAN


MOTO
Jalani saja apa yang ada depan kita, jangan berhenti melangkah hingga sampai pada tujuan.
Mencari itu sulit, tetapi menjaga dan mempertahankan lebih sulit  daripada mencari.


Skripsi ini dipersembahkan untuk :
Kedua orangtuaku, yang telah membesarkan tanpa keluh kesah. Terima kasih  atas semua yang kalian berikan.
Teman – teman diskusi semua yang tak dapat disebutkan satu-persatu yang memberikan dukungan  dan mengajarkan untuk tidak cepat putus asa.






ABSTRAK

Skripsi dengan judul “Feminisme Dalam Novel Pecum Mahakam Karya Yatie Asfan Lubis” berisi tentang aksi feminisme yang dikupas menggunakan metode deskriptif kualitatif dari perumusan masalah bagaimanakah gerakan feminisme dalam novel Pecun Mahakam yang bertujuan dapat mendesriksikan sebuah aksi feminisme. Dalam skripsi ini terdapat dua manfaat yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Tentunya juga dengan merujuk pada sistematika penulisan yang lazim digunakan.
Skripsis ini dibagi menjadi empat bab. Yang pertama adalah bab pendahuluan, berisi subtansi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan masalah, tujuan masalah, manfaat penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Kedua,  bab landasan teori. Berisi tentang landasan teori berupa tokoh, latar/setting, pengertian feminisme, kritik sastra feminis, dan pengungkapan citra. Ketiga, bab analisis novel Pecun Mahakam karya Yatie Asfan Lubis dengan menggunakan kajian feminisme.
Dalam menganalisis, kajian ilmu yang digunakan adalah kajian feminisme, kritik sastra feminis dan pengungkapan citra. Banyak sekali kutipan-kutipan yang di dalamnya terdapat unsur feminisme. Ody adalah salah satu tokoh utama dari Novel Pecun Mahakam Karya Yatie Asfan Lubis danditambah beberapa tokoh tambahan lainnya.
Ada tiga hal dalam analisis ini, di antaranya analisis tokoh, analisis latar, dan analisi bentuk feminisme. Wujud feminisme sendiri terbagi menjadi tiga sub bahasan, yaitu 1) perempuan di mata laki-laki, 2) kekuatan perempuan, dan 3) eksistensi perempuan. Dari tiga hal tersebut menyatu dalam novel Pecun Mahakam Karya Yatie Asfan Lubis.






KATA PENGANTAR

            Puji sukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi dengan judul ” Feminisme Dalam Novel Pecun Mahakam Karya Yatie Asfan Lubis “ disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana strata (S1) Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa  dan Seni IKIP PGRI Semarang.
Penulis sadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak akan pernah berhasil, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbabagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1.      Bapak Muhdi, SH, M.Hum, selaku rektor IKIP PGRI Semarang.
2.      Dra. Sri Suciati, M.Hum, selaku dekan Fakultas Pendidikan  Bahasa dan Seni.
3.      Semua keluarga saya,  terimakasih karena dukungan dan doa–doanya.
4.      Dra. Asrofah, M.Pd Selaku dosen pembimbing
5.      Drs. Harjito, M.Hum. Selaku dosen pembimbing
6.    Terry, yang selalau membantu dan menemani kemana – mana guna kepentingan penulisan skripsi ini, Makasih banget.
7.      Trio Terenyuh. Mudah–mudahan saja kita selalu kompak selalu
8.      Semua teman–teman Mahasiswa jangan pernah bosan dan merasa jenuh,
Atas semua dukungan, bimbingan, bantuan dan partisipasinya yang telah mereka berikan, penulis tidak bisa membalasnya. Semoga amal kebaikannya mendapat imbalan dari Tuhan Yang Maha Esa.
     Penulis berusaha semaksimal mungkin dalam menulis skripsi ini agar dapat bermanfaat bagi semua pihak. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.


                                                                                      Semarang  27 Juli 2010

                                                                                       Penulis












DAFTAR ISI

JUDUL
………………………………………………………..
i
PERSETUJUAN
……………………………………………………
ii
PENGESAHAN
……………………………………………………
iii
MOTO Dan PERSEMBAHAN
………..………………………………
iv
ABSTRAK
…………………………………………………………
v
KATA PENGANTAR
………………………………………………
vi
DAFTAR ISI

…………………………………………….……
viii
BAB I PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
………………………………………..
1
B.     Perumusan Masalah
…………………………………………….
3
C.     Tujuan Penelitian
……………………………………………
3
D.    Manfaat Penelitian
…………………………………………….
3
E.     Penegasan Istilah
…………………………………………….
4
F.      Metode Penelitian
…………………………………………….
5
G.    Sistematika Penulisan

…………………………………………
7
BAB II LANDASAN TEORI


A.    Pengertian Novel
….…………………………………………
9
B.     Teori Struktural Karya Sastra
………………………………….
9
C.     Pengertian Feminisme
………………………………………..
13
D.    Kritik Sastra Feminis
………………………………………..
18
E.     Pengungkapan Citra

…………………………………………...
21

BAB III   FEMINISME DALAM NOVEL PECUN MAHAKAM KARYA YATIE ASFAN LUBIS

A.    Tokoh
………………………………………………………..
27
1.      Tokoh Utama
……………………………………………
27
2.      Tokoh Tambahan
…………………………………………...
31
B.     Latar
…………………………………………………………….
34
1.      Latar Tempat
.……………………………………………….
34
2.      Latar Waktu
.……………………………………………….
35
3.      Latar Sosial
………………………………………………..
36
C.     Feminisme
………………………………………………………
38
1.      Perempuan di mata laki-laki
………………………………
38
2.      Kekuatan Perempuan
.……………………………………..
43
3.      Eksistensi Perempuan

……………………………………..
47
BAB IV PENUTUP


A.    Simpulan 
…………………………………………………….
51
B.     Saran

…………………………………………………………...
52
DAFTAR PUSTAKA


Lampiran





























BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Masalah yang dihadapi oleh perempuan tidaklah mudah dipahami  Membutuhkan banyak sekali konsep untuk melandasi pendapat yang akan dikeluarkan. Konsep yang digunakan pun mengalami perubahan mengikuti alur perubahan waktu. Bukan masalah biologis saja permasalahannya tetapi juga yang berhubungan dengan masalah sosial.
Sering dijumpai seorang perempuan menemukan masalah yang sudah biasa dihadapi perempuan lain yang mereka anggap merupakan masalah baru. Sadar maupun tidak sadar setiap pribadi perempuan mempunyai masalah yang berbeda-beda berdasarkan individu masing-masing. Apabila di rata-rata tidak ada tingkat kesamaan masalah pada masing-masing perempuan meskipun pada tingkatan sosial yang sama.
Untuk menghadapi satu-persatu masalah mereka mempunyai konsep sendiri-sendiri sebagai jalan keluar yang bisa dikatakan solusi ampuh. Biasanya memperlihatkan eksistensi sebagai perempuan yang mereka anggap tidak dapat dilakukan orang lain diantaranya perempuan yang lain bahkan lawan jenisnya. Saat itulah perempuan merasakan bahwa ia berada pada posisi paling ujung. Entah ujung kesuksesan atau ujung dari kehancuran sosial.
Melalui sebuah karya sastra, Yatie Asfan Lubis dalam Pecun Mahakam (2004) menampilkan sebuah eksistensi seorang perempuan yang lebih tepatnya eksistensi gadis remaja. Eksistensi itu termuat dalam satu wadah permasalahan yang kemudian menjadi aksi feminisme pada usia remaja.
Feminisme adalah suatu gerakan yang memusatkan perhatian pada perjuangan perempuan dalam mendapatkan eksistensinya (Noor,2007:99). Pengakuan  eksistensi membutuhkan banyak sekali perjuangan, berjuang untuk menempatkan diri sesuai apa yang diinginkannya sendiri, berjuang untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain, berjuang menyeimbangkan antara kebutuhan sosial dengan kebutuhan psikologisnya.
Kaum perempuan justru adalah kaum yang bekerja keras, bahkan berfungsi tidak lebih daripada budak (Fauzie Ridjal,1993:148). Secara umum budak menitik beratkan pada seseorang yang mau melakukan apapun menurut perintah pembesarnya.
Sangat berat rasanya apabila gadis remaja harus memperjuangkan eksistensinya karena tidak mendapatkan dukungan dari orang terdekat ataupun orang lain. Begitulah alasan mereka memperjuangkan eksistensinya agar tetap diakui dalam novel Pecun Mahakam karya Yatie Asfan Lubis. Penempatannya dalam tata kehidupan masyarakat hanya sebagai seorang “dapur-sumur-kasur” membuatnya miskin, khususnya miskin cakrawala secara ruang-waktu maupun mental, walaupun mungkin ia dilimpahi kekayaan duniawi yang berlebihan (Fauzie Ridjal,1993:148).
Karya sastra yang berupa novel karya Yatie Asfan Lubis menarik perhatian untuk dianalisis sebagai sebuah kajian feminisme
B.     Perumusan Masalah
Beranjak dari uraian latar belakang dapat ditentukan rumusan permasalahan sebagai berikut:
Bagaimanakah gerakan feminisme dalam novel Pecun Mahakam Karya Yatie Asfan Lubis?

C.     Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah yang telah ditentukan maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gerakan feminisme dalam novel Pecun Mahakam Karya Yatie Asfan Lubis.

D.    Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini memiliki dua manfaat, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat penelitian tersebut akan diuraikan sebagai berikut :
       1.      Manfaat Teoritis
         Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai sumbangan perbendaharaan penelitian sastra, terutama penelitian terhadap gerakan perempuan dalam sebuah karya sastra bentuk novel.
       2.      Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mempermudah pembaca dalam memahami dan menafsirkan karya sastra pada umumnya dan hasil karya Yatie Asfan Lubis pada khususnya.

E.     Penegasan Istilah
Agar tidak mengalami pembengkakan masalah maka diberikan batasan arti dan istilah  yang tertuang pada judul. Dengan demikian dapat sesuai dengan tujuan penelitian. Mengenai istilah-istilah yang dimaksud adalah sebagai berikut.
      1.      Feminisme
Redyanto Noor mendeskripsikan feminisme adalah suatu gerakan yang memusatkan perhatian pada perjuangan perempuan dalam menempatkan eksistensinya. Eksistensi dalam KKBI(2003) adalah keberadaan dalam hidup.
Perempuan dalam pandangan feminisme mempunyai aktivitas dan inisiatif sendiri untuk memperjuangkan hak dan kepentingan tersebut dalam gerakan untuk menuntut haknya sebagai manusia secara penuh (Kridalaksana, 1999:258,275).
Di antara berbagai ragam feminisme, ragam yang cukup menonjol adalah feminisme radikal, marxis, sosialis, dan liberal (Megawangi,1999:              113-182). Meskipun demikian, penelitian ini tidak mengacuhkan pembagian teori feminisme dalam delapan bagian yang meliputi feminisme radikal, feminisme marxis dan sosialis, feminisme liberal, feminisme psikoanalisis, feminisme iksistenialis, feminisme postmodern, feminisme multikultural dan global, serta feminisme ekofeminisme (Arivia,2003:152-154).
       2.      Novel
Novel dalam penelitian ini adalah sebagai buah karya sastra dari Yatie Asfan Lubis yang berjudul Pucun Mahakam.
F.      Metode Penelitian
             Penelitian ini menggunakan metode yang serba guna dan trandisipliner untuk menunjukkan representasi perbedaan manusia dan mengupayakan perubahan sosial melalui hubungan spesial dengan pembaca hasil penelitian ini. Pengungkapan citra perempuan yang dilakukan dengan menggunakan kritik sastra feminis ini bersifat kulitatif sehingga jenis data yang diambil pun bersifat kualitatif, misalnya data-data yang mendeskripsikan status dan peran perempuan dalam keluarga, masayarakat dan lingkungan kerja. Di dalam data ini terkandung rincian data yang lebih detail. Pengkajian variabelnya dilakukan dengan studi deskriptif kualitatif dalam bentuk studi kasus.
              Tahap kedua sesuai dengan landasan teori pada kritik sastra feminis, menurut Culler (dalam Sofia,2009:25).yaitu sebagai perempuan, artinya adalah kesadaran pembaca mengenai penting dalam jenis kelamin pada makna dan perebutan makna karya sastra, membongkar praduga dan ideologi kekuasaan laki-laki yang indosentris dan patriatikal
             Mencermati pemikiran Ruthven dalam Sofia (2009:25) mengenai citra, gambaran penelitian sastra dengan pendekatan feministik ialah sebagai berikut. Pertama, mengidentifikasi tokoh perempuan di dalam karya sastra. Selanjutnya mencari kedudukan tokoh-tokoh tersebut dalam berbagai hubungan, tidak harus dengan laki-laki, melainkan menekankan pada identitasnya dalam keluarga dan masyarakat, dengan demikian, penelitian ini juga memperhatikan pendirian serta ucapan tokoh perempuan yang bersangkutan. Apa yang dipikirkan, dilakukan, dan dikatakan oleh tokoh perempuan akan banyak memberikan keterangan tentang `tokoh tersebut.
Berdasarkan beberapa rumusan cara di atas, langkah-langkah penilitian ini disusun sebagai berikut.
1.      Menentukan karya yang dijadikan objek material penelitian, yaitu berupa karya sastra berupa novel berjudul Pecun Mahakam karya Yatie Asfan Lubis.
2.      Menetapkan masalah pokok penelitian, yaitu masalah citra perempuan dalam novel berjudul Pecun Mahakam karya Yatie Asfan Lubis. Penentuan ini dilakukan dengan membatasi fakta leterer yang menyangkut perempuan, baik deskripsi perilaku, citra, maupun perannya sebagai seorang tokoh dari sejumlah tokoh yang terdapat dalam novel karya Yatie Asfan Lubis.
3.      Melakukan studi pustaka dengan mencari dan mengumpulkan bahan-bahan yang mendukung objek penelitian. Pustaka yang dimaksud adalah yang berkaitan dengan tinjauan kritik sastra feminis yang berkaitan dengan studi perempuan pada bidang ilmu medis, hukum, biologi, psikoanalitik, sosiologi dan sebagainya.
4.      Menganalisis novel Pecun Mahakam karya Yatie Asfan Lubis dengan tinjauan kritik sastra feminis. Berbagai disiplin ilmu dapat membantu penelitian tentang citra perempuan ini. Akan tetapi, pengungkapan citra tersebut dilakukan sebagaimana langkah yang disebutkan disertai korelasinya dengan perspektif feminisme.
5.      Menarik kesimpulan yang menunjukkan muatan feminis. Kesimpulan akhir yang diperoleh dari analisis data berdasarkan teori tertentu harus mampu menjawab semua persoalan yang termuat dalam rumusan masalah hingga memperoleh wujud pencitraan perempuan dalam novel Pecun Mahakam karya Yatie Asfan Lubis.
6.      Merumuskan dan melaporkan hasil penelitian.

       G.    Sistematika Penulisan
            Sistematika penulisan penelitian ini terbagi dalam beberapa bab. Bab I berupa pendahuluan yang berisi latar belakang penelitian, populasi dan sampel, serta sistematika penulisan.

Bab II berupa landasan teori
Bab III merupakan analisis terhadap pergerakan feminisme pada novel Pecun Mahakam karya Yatie Asfan Lubis
Bab IV adalah bab terakhir penelitian ini yang merupakan kesimpulan penelitian. Bab ini mengungkap keseluruhan pencitraan pergerakan perempuan untuk menunjukkan eksistensinya sebagai seorang perempuan dalam novel Pecun Mahakam karya Yatie Asfan Lubis.











BAB II
LANDASAN TEORI

               Penelitian terhadap novel Pecun Mahakam Karya Yatie Asfan Lubis menuntut penelitian ini menggunakan teori yang dapat mengupas masalah secara dalam. Hal ini sesuai dengan definisi ‘riset’ sebagai kegiatan yang diarahkan pada kerja pencarian ulang atau pencarian kembali atas suatu objek sekaligus kegiatan yang memerlukan ketelitian, kecermatan, dan kecerdasan yang memadai.
         A.    Pengertian Novel
            Novel adalah cerita rekaan yang panjang, yang mengetengahkan tokoh-tokoh dan menampakkan serangkaian peristiwa dan latar (setting) secara terstruktur (Noor,2007:27)
        B.     Teori Sturktural Karya Sastra
Satu konsep dasar yang menjadi ciri teori struktural adalah adanya pandangan bahwa di dalam sebuah karya sastra memiliki kesatuan otonom, yang terdiri dari unsur–unsur  pembentuk yang saling berjalinan dan mempunyai hubungan timbal balik antara unsur -  unsur pembentuk dengan keseluruhan. Oleh karena itu, untuk dapat memahami karya sastra, analisis struktur merupakan prioritas utama sebelum menganalisis unsur yang lainya. Tanpa analisis struktural, kebulatan makna intrinsik tidak dapat terungkap. Makna unsur–unsur karya sastra hanya dapat dipahami dan dinilai sepenuh atas dasar pemahaman tempat dan fungsi secara keseluruhan. Unsur–unsur tersebut adalah: 


1.      Tokoh 
Penggambaran tokoh difungsikan sebagai penggambaran secara jelas mengenai seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita, atau sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral dan sesuatu yang akan disampaikan oleh pengarang (Nurgiyantoro,1995:165–167).
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa ( Sudjiman, 1988: 16). Tokoh juga dapat diartikan sebagai pelaku atau aktor dalam sebuah cerita sejauh ia dianggap oleh pembaca sebagai tokoh konkret, individual.
Para tokoh rekaan perlu digambarkan ciri–ciri lahir dan sikap serta batinnya agar wataknya dapat dikenal oleh pembaca. Watak ialah kualitas tokoh, kualitas nalar dan jiwanya yang dapat membedakan dengan tokoh yang lain. Penyajian watak dan penciptaan tokoh inilah yang disebut penokohan (Sudjiman, 1988: 23). Sedangkan menurut Abaraham dalam Nurgiyantoro, penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam cerita (Nurgiyantoro, 1995: 165).
Berdasarkan fungsi penampilan tokoh, tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, secara popular sering disebut pahlawan dan pengejawantahan norma–norma, nilai–nilai yang ideal (Nurgiyantoro, 1995:179). Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang menjadi penentang atau lawan tokoh protagonis (Sudjiman, 1988: 19).
Konflik yang terjadi biasanya dibawa oleh tokoh antagonis. Namun dapat pula disebabkan oleh hal – hal lain di luar individualitas seseorang, misalnya: bencana alam, kecelakaan lingkungan alam dan sosial, aturan – aturan sosial, nilai – nilai moral ataupun kekuasaan – kekuasaan dan kekuatan yang lebih tinggi (Nurgiyantoro, 1995: 179).
Kriteria yang digunakan untuk menentukan tokoh utama adalah keterlibatan tokoh didalam peristiwa yang dapat membangun cerita, bukan frekuensi kemunculan tokoh dalam cerita. Selain itu tokoh utama dapat juga ditentukan dengan memperhatikan hubungan antara tokoh, sedangkan tokoh lain itu tidak semua berhubungan dengan yang lain (Sudjiman, 1988: 8)


2.      Latar / Setting
Latar dapat memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada para pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah – olah sungguh – sungguh ada yang terjadi. Dengan demikian akan dipermudah untuk berimajinasi dan bersikap kristis sehubungan dengan pengetahuan tentang latar (Nurgiyantoro, 1995: 217).
Latar mengacu pada pengertian tempat, hubungan waktu, lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa – peristiwa yang di ceritakan Abram dalam Nurgiyantoro (1995: 216). Fungsi latar dalam karya fiksi sangat penting yaitu memberikan kesan konkret dan jelas. Latar membantu memudahkan pembaca untuk menangkap isi cerita.
Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan dapat berupa tempat dengan nama tertentu, misalnya inisial lokasi atau mungkin lokasi berupa tempat tertentu tanpa nama jelas (Nurgiyantoro, 1995: 228).
Latar sosial menunjuk hal–hal yang berhubungan denga prilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Kehidupan sosial mencangkup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Latar sosial dapat berupa: kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, sikap, dan yang tergolong latar spiritual (Nurgiyantoro,1995:223)

3.      Tema 
Dalam membaca karya novel atau fiksi tentu juga berusaha untuk mendapatkan makna cerita novel tersebut. Menafsirkan tema adalah upaya untuk memahami makna cerita yang terdapat dalam sebuah novel (Nurgiyantoro, 1995: 66).
Tema adalah ide, gagasan, pandanga hidup pengarang yang melatar belakangi ciptaan karya sastra. Karena sastra merupakan refleksi masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra bisa sangat beragam. Tema bisa berupa persoalan moral, etika, agama, sosial budaya, ide, atau keinginan pengarang menyiasati persoalan yang muncul.
Sebagai sebuah karya imajinatif, tema dapat diungkap melalui berbagai cara, seperti malalui dialog tokoh–tokohnya, melalui konflik–konflik yang dibangun, atau melalui komentar secara tidak langsung. Tema dapat disamarkan sehingga kesimpulan tentang tema yang diungkap pengarang harus dirumuskan sendiri oleh pembaca.

Esten memberikan tiga kriteria untuk menentukan tema. Tiga kriterai itu adalah :
1)        Permasalahan utama yang paling menonjol.
2)        Secara kuantitatif permasalahan yang banyak menimbulkan konflik. Atau konflik yang dapat menimbulkan peristiwa – peristiwa,
3)        Tema dapat menentukan waktu penceritaan, yaitu waktu yang diperlukan untuk menceritakan peristiwa – peristiwa atau tokoh dalam cerita.

       C.     Pengertian feminisme
 Redyanto Noor mendeskripsikan feminisme adalah suatu gerakan yang memusatkan perhatian pada perjuangan perempuan dalam menempatkan eksistensinya. Eksistensi dalam KKBI(2003) adalah keberadaan dalam hidup.
Wolf dalam Sofia (2009:13). Mengartikan feminisme sebagai sebuah teori yang mengungkapkan harga diri pribadi dan harga diri semua perempuan. Istilah “menjadi feminis”, bagi Wolf, harus diartikan dengan “menjadi manusia”. Pada pemahaman yang demikian, seorang perempuan akan percaya pada diri mereka sendiri. Sementara itu Budianta (2002:201) mengartikan feminisme sebagai bentuk kritik ideologis terhadap cara pandang yang mengabaikan permasalahan ketimpangan dan ketidakakilan dalam pemberian peran dan identitas sosial berdasarkan perbedaan jenis kelamin.istilah feminisme dalam penelitian ini berarti kesadaran akan adanya ketidakadilan jender yang menimpa kaum perempuan, baik dalam keluarga maupun masyarakat. Kesadaran itu harus diwujudkan dalam tindakan yang dilakukan baik oleh perempuan maupun laki-laki untuk mengubah keadaan tersebut.
Perempuan dalam pandangan feminisme mempunyai aktivitas dan inisiatif sendiri untuk memperjuangkan hak dan kepentingan tersebut dalam gerakan untuk menuntut haknya sebagai manusia secara penuh (Kridalaksana, 1999:258,275).
Di antara berbagai ragam feminisme, ragam yang cukup menonjol adalah feminisme radikal, marxis, sosialis, dan liberal (Fakih, 1999:84-98. Meskipun demikian, penelitian ini tidak mengacuhkan pembagian teori feminisme dalam delapan bagian yang meliputi feminisme radikal, feminisme marxis dan sosialis, feminisme liberal, feminisme psikoanalisis, feminisme iksistenialis, feminisme postmodern, feminisme multicultural dan global, serta feminisme ekofeminisme (Arivia,2003:152-154).
Feminisme radikal beranggapan bahwa penguasan fisik perempuan oleh laki-laki seperti hubungan seksual adalah bentuk penindasan terhadap kaum perempuan. Bagi penganut feminisme radikal, patriarki adalah dasar dari ideologi penindasan yang merupakan sistem hierarki seksual yang dalam hal ini laki laki memiliki kekuasaan superior dan privilege ekonomi. Sementara itu, feminisme marxis meletakkan persoalan perempuan dalam kerangka kritik atas kapitalisme. Lanjutan dari feminisme marxis adalah feminisme sosialis yang menganggap analisis patriarki perlu dikawinkan dengan analisis kelas. Menurut Ruthven dalam Sofia (2009:15) Ragam feminis ini juga menganggap bahwa ketidakadilan bukan akibat dari perbedaan biologis, melainkan karena penilaian dan anggapan terhadap perbedaan itu.
Sementara itu feminisme liberal adalah feminisme yang memandang adanya korelasi positif antara partisipasi dalam produksi dan status perempuan (Fakih, 1999:95). Feminisme liberas memandang manusia dilahirkan sama dan mempunyai hak yang sama meskipun mengakui adanya perbedaan tugas antara laki-laki dan perempuan. Bagi feminisme liberas manusia adalah otonom dan dipimpin oleh akal (reason). Dengan akal, manusia mampu memahami prinsip-prinsip moralitas dan kebebasan individu. Prinsip prinsip ini juga menjamin hak-hak individu (Arivia,2003:152).
Ragam yang lain adalah ragam feminisme psikoanalisis. Ragam ini menekankan penindasan permpuan yang terletak pada psyche dan cara berpikir perempuan dengan menggunakan isu-isu drama psikoseksual Oedipus dan kompleksitas kastrasi Freud. Sementara itu, pemikiran feminisme a la de Behavior yang memandang ketertindasan perempuan ialah karena dipandang sebagai the other merupakan ragam feminisme eksistesialisme. Merespons pemikiran di beauvior tersebut, terdapat feminisme lain, yaitu feminisme postmodern. Menurut raga mini, the otherness tersebut tidak hanya dari kondisi inferioritas dan ketertindasan, melainkan juga cara berada, berpikir, berbicara, keterbukaan, pluralitas, diversitas, dan perbedaan. Dengan menekankan pada kajian cultural, feminisme multicultural dan global meyakinkan bahwa selain dengan patriarki penindasan dapat dijelaskan melalui ras, etnisitas, kolonialisme, serta dikotomi “dunia pertama” dan “dunia ketiga” (Arivia, 2003:153).
Selain itu, terdapat pula ragamfeminisme yang mutakhir yaitu ekofeminisme yang melihat individu secara komprhensif, yaitu sebagai makhluk yang terikat dan berinteraksi dengan lingkungannya. Ragam ini berupaya memberikan kesadaran pada perempuan bahwa kuasitas pengasuhan, pemeliharaan, dan cinta adalah fitrah perempuan dan ia berhak untuk mengaktualisasikan di mana pun ia berada, termasuk ketika ia berada di duni maskulin (Megawangi, 1997:75-94).
Ragam feminism yang telah dikemukakan di atas memiliki beberapa kekurangan. Feminism radikal memiliki potensi masuk pada jebakan esensialisme bahwa sifat dasar perempuan lebih baik daripada laki-laki dan raga mini membuat dikotomi antara laki laki dan perempuan. Di pihak lain, feminism marxis dan sosialis dianggap hanya melihat relasi keluarga sebagai eksploitasi kapitalisme tempat perempuan menjual tenaga secara gratis. Feminism marxis dan sosialis ini tidak melihat ada arti yang lebih dari itu bahwa juga ada peranan cinta kasih, rasa aman, dan nyaman. Dengan demikian, semua sisi kehidupan bagi feminism marxis dan sosialis diterjemahkan dari segi eksploitasi secara ekonomi dan terlalu menekankan analisis kelas dan bukan jender. Sementara itu feminisme liberal yang eksklusif perempuan kulit putih dan kelas menengah ini memberikan prioritas pada hak politik dan bukan hak ekonomi dan menekankan pada persamaan perempuan dan laki laki (sameness). Selain itu, perempuan tidak dapat hanya didefinisikan sebagai manusia yang berakal (reason) atau otonom (Arivia,2003:152).
Feminisme psikoanalisis dianggap telah mengeneralisasi perbedaan karakteristik moral perempuan dan laki laki. Demikian halnya dengan feminisme eksistensialis yang dianggap tidak melihat pergerakan dan komitmen politik perempuan dan tidak menekankan pada solidaritas perempuan. Di pihak lain, feminisme postmodernisme dikesankan terlalu akademis sehingga tidak memiliki aksi polotis yang kolaboratif. Akan tetapi, terlalu banuak berbicara politik dan tidak memfokuskan pda isu jender justru merupakan kritik terhadap ragam feminisme multicultural dan global. Ragam trakhir yang telah disinggung di atas ialah ragam feminisme ekofiminsime. Ragam ini sangat rentan untuk masuk pada jebakan perempuan sama dengan alam yang dapat mendefinisikan perempuan kembali secara kodratiah (Arvia,2003:152-154).
Sementara itu, sejarah mencatat bahwa pada paruh kedua abad kedua puluh, yaitu ketika kelas atas dan menengah telah memiliki akses penuh terhadap kehidupan publik dan telah terintegrasi dengan masyarakat luas, munculah feminisme muslim. Sebagaimana feminisme pada umumnya, feminissme muslim bukan merupakan pemikiran teoritis dan gerakan yang seragam. Akan tetapi, keprihatinan terhadap kenyataan bahwa perempuan dalam struktur organisasi sosial masyarakat muslim masih belum setara dengan laki-laki merupakan kesadaran yang sama yang dimiliki oleh feminisme muslim. Para feminis muslim ini berusaha membongkar historistik akar permasalahan yang menyebabkan ketidakadilan dan berpendapat bahwa penafsiran ulang terhadap ayat-ayat Alquran diperlukan dalam rangka menjawab relefansinya dengan kehidupan manusia (Baroroh, 2002:198-199).
       D.    Kritik Sastra Feminis
Dari berbagai pemikiran feminisme di atas terlihat bahwa munculnya ide-ide feminis berangkat dari kenyataan bahwa konstruksi sosial jender yang ada mendorong citra perempuan masih belum dapat memenuhi cita-cita persamaan hak antara laki laki dan perempuan. Kesadaran akan ketimpangan struktur, system, dan tradisi masyarakat di berbagai bdang inilah yang kemudian melahiran kritik feminis.
Kritik feminis terhadap karya sastra digunakan sebagai materi pergerakan kebebasan perempuan dan dalam mensosialisasikan ide feminis sebagaimana menurut Stimspson dalam Sofia (2009:20), dalam  kutipan berikut.
Because of its origin in the women’s liberation movement, feminist criticism values literature that is of some use to the movement. Prescriptive cristicism, then, is best defined ini terms of the ways isn which literature can serbe the cause of liberation. To earn feminist approval, literature must perform one or more of the following function; (1)serve as a forum for women; (2) help to achieve cultural androgyny; (3) provide role models; (4) promote sisterhood; and (augment consciousness raising.
(karena berasal dari pergerakan kebebasan perempuan, kritik feminis menilai karya sastra sebagai sesuatu yang  berguna bagi pergerakan itu. Kritik preskriptif, dengan demikian, dapat didefinisikan sebagai cara-cara agar sastra dapat menjadi sebab kebebasan. Untuk dapat persetujuan dari para feminis, sastra harus menampilkan satu atau lebih fungsi fungs berikut. (1) menjadi sebuah forum bagi perempuan; (2) membantu meraih kesejajaran cultural; (3) menyediakan model utama; (4) mempromosikan hubungan antar perempuan; dan (5) mendorong bangkitnya kesadaran.)

Ruthven dalam Sofia (2009:20). Selanjutnya, label perjuangan untuk mengidentifikasi telaah perempuan dalam sastra diperoleh melalui perpaduan tiga kata, yaitu ‘kritik’, ‘sastra’, dan ‘feminis’. Sementara itu Goodman dalam Sofia (2009:20). Kritik sastra feminis merupakan sebuah pendekatan akademik pada studi sastra dan konteks produksi dan resepsi. Kerja kritik ini ialah menitik karya sastra dengan melacak ideology yang membentuknya dan menunjukkan perbedaan perbedaan antara yang dikatakan oleh karya dengan yang tampak dari sebuah pembacaan yang teliti.
Kritik sastra feminis mempermasalahkan asumsi tentang perempuan yang berdasarakan paham selalu dikaitkan dengan kodrat perempuan yang kemudian menimbulkan isu tertentu tentan perempuan. Selain itu, kritik ini berusaha mengidentifikasi suatu pengalaman dan perspektif pemikiran laki laki dan cerita yang dikemas sebagai pengalaman manusia dalam sastra. Hal ini dimaksudkan untuk mengubah pemahaman terhadap karya sastra sekaligus terhadap signifikansi berbagai kode jender yang ditampilkan teks berdasarkan hipotesis yang disusun.
Menurut Millett dalam Sofia (2009:20). Kritik sastra feminis melihat karya sebagai cermin anggapan anggapan estetika dan politik mengenai jender yang dikenal dengan istilah politik seksual. Sasaran kritik sastra fiminis adalah memberikan respons kritis terhadap pandangan pandangan yang terwujud dalam karya sastra yang diberikan oleh budayanya kemudian mempertanyakan hubungan seks, kekuasaan, dan seksualitas yang terungkap dalam teks
Dari pemikiran tersebut, Culler, dalam Sofia (2009:20), menawarkan konsep reading as a women sebagai bentuk kritik sastra feminis. Sejalan dengan proyek feminis yang bertujuan mengakhiri dominasi pria, kritik sastra feminis mengambil peran sebagai suatu bentuk kritik negosiasi, bukan sebagai bentuk konfrontasi. Kritik ini dilakukan untuk berkompromi dengan wacana dominan tersebut. Kritik sastra feminis lebih dari sekedar perspektif. Ia menampilkan kecanggihan dengan menggunakan aliansi strategi dengan teori-teori kritis.
Culler melalui Sofia (2009:21), kritik sastra feminis dapat dipetakan sebagai kritik sastra feminis Anglo Amerika yang terdiri atas pendekatan citra perempuan (images of women) dan pendekatan penulis perempuan (women writers) serta kritik sastra feminis Prancis atau pascastrukturalis. Penelitian ini berupaya mengungkap citra perempuan kuasa. Oleh karena itu, penelitian ini bergerak seirama dengan feminis Anglo Amerika yang memiliki pendekatan pada citra perempuan image of women).
Kritik sastra feminis yang digunakan untuk mengungkap citra perempuan kuasa dalam novel karya Yatie Asfan Lubis merupakan negosiasi akan adanya sebuah bentuk gambaran citra perempuan yang kuasa atas nasibnya sendiri. Kritik sastra feminis dalam penelitian ini menggunakan perspektif kekuasaan perempuan dengan menyandarkan pada novel karya Yatie Asfan Lubis sebagai objek penelitian.


      E.     Pengungkapan citra
Sastra adalah salah satu dari berbagai bentuk representasi budaya yang menggambarkan relasi dan rutinitas jender. Selain itu, teks sastra juga dapat memperkuat dan membuat stereotype jender baru yang lebih merepresentasikan kebebasan jender. Oleh karena itu menurut Goodman dalam Sofia (2004:21), kritik sastra feminis membantu membangun studi jender yang direpresantasikan dalam sastra. Peta pemikiran feminisme hingga kritik sastra feminis di atas diharapkan mampu memberikan pandangan pandangan baru terutama yang berkaitan dengan bagaiman karakter karakter perempuan diwakili dalam karya sastra. Dalam hal ini para feminis menggunakan sastra feminis untuk menunjukkan citra perempuan dalam karya penulis perempuan yang menampilkan perempuan sebagai makhluk yang ditekan, disalahtafsirkan, serta disepelekan oleh tradisi patriarki yang dominan. Di pihak lain, kajian tentang perempuan dalam tulisan penulis perempuan sering menunjukkan tokoh tokoh perempuan yang kuat dan justru mendukung nilai nilai feminis.
Kedua keinginan tersebut menimbulkn beberapa ragam kritik sastra feminis. Sosiofeminis yang menekankan pada peran peran yang diberikan untuk perempuan di masyarakat mendorong ragam kritik sastra feminis yang melihat perempuan direpresentasikan dalam teks teks sastra atau yang disebut dengan images of women. Sementara itu, semiofeminis yang berangkat dari semiotika atau ilmu tanda tanda bekerja dengan meneliti paraktik-praktik yang menandai dengan menggunakan perampuan yang dikodekan dan keklasifikasikan menurut peran sosial mereka. Psikofeminis merupakan kritik sastra yang menggunakan Freud dan Lacan sebagai teori seksualitas feminine. Kritik sastra feminis ini meneliti teks-teks sastra untuk mencari artikulasi artikulasi bawah sadar keinginan perempuna atas bekas bekas penekanan. Feminis Marxis mengolah teks-teks sastra dengan cara Marxis yang menginfiltrasi perempuan dalam perbincangan mereka yang pada analisis Marxis non-feminis ditemukan kelas pekerja. Feminsme lesbian lebih menyelikiki hubungang antara seksualitas dan tekstualitas dengan melihat apa labia sebagai tulisan yang berbeda yang melawan tulisan yang phallocentric. Feminis kulit hitam mengungkap masalah yang terjadi antara kulit hitam yang dikuasai kulit putih, perempuan dalam  patriarki, dan pekerja di bawah kapitalisme. Selain itu, dalam kritik sastra feminis terdapat pula feminis sosio-semio-psiko-marxis yang sedikit berbuat pada saat munculnya suatu kejadian.
Di antara ragam-ragam di atas, sosiofeminis yang berfokus pada images of women dipilih untuk mengungkapkan perempuan perempuan kuasa dalam novel Pecun Mahakam Karya Yatei Asfan Lubis. Secara lebih rinci, wujud penelitian terhadap citra perempuan dijelaskan sebagai berikut.
Penelitian citra perempuan atau images of women ini merupakan suatu jenis sosiologi yang menganggap teks-teks sastra dapat digunakan sebagai bukti adanya berbagai jenis peranan perempuan. Penelitian images of women dilakukan untuk dua kegunaan yang berbeda. Di satu pihak penelitian images of women digunakan untuk mengungkapkan hakikat representasi stereotype yang menindas yang diubah kedalam model-model peran serta menawarkan pandangan yang sangat terbatas dari hal-hal yang diharapkan oleh seorang perempuan. Di pihak lain, Ruthven                  dalam Sofia (2009:23). Penelitian images of women  digunakan untuk memberikan peluang berpikir tentang perempuan dengan membandingkan bagaimana perempuan telah direpresentasikan dan bagaimana seharusnya perempuan direpresentasikan
Menurut Ruthven dalam Sofia (2009:23). Salah satu problem dalam mempelajari the images of women in literature ini ialah memerangi tekanan dalam karya sastra yang merupakan refleksi negatif yang dikokumentasikan dalam cerita dengan berdasarkan pemahaman bahwa kesadaran feminis adalah kesadaran korbanisasi. Padahal ada bentuk kesadaran lain, yaitu kesadaran kekuasaan, kesadaran bahwa diri perempuan kuasa untuk menentukan nasibnya sendiri. Problem lain ialah adanya kebisaan bahwa perempuan cenderung hanya dilihat dalam hubungannya dengan laki-laki. Menurut Register dalam Sofia (2009:23). Karya sastra seharusnya memberikan model model peran, menyaring rasa identitas perempuna dengan menggambarkan perempuan seperti apakah mereka, mengaktualisasikan dengan identitas yang tidak tergantung dengan laki-laki. Ruthven dalam Sofia (2009:23). Adanya pengulangan dan keinginan untuk selalu menegaskan juga merupakan problem dalam kritik images of women ini.
Ruthven dalam Sofia (2009:23). Keberatan-keberatan yang menyatakan bahwa kritik images of women sangat membosankan merupakan suatu hal yang mudah dipatahkan karena sebuah kualitas kritik ditentukan oleh banyaknya bacaan yang melatarbelakanginya. Perempuan dalam kritik images of women tidak dibicarakan sebagai subjek saja, melainkan dalam hubungannya dengan dunia medis, hukum, biologi, psikoanalitik, dan sebagainya. Dengan demikian, penelitian images of women ini merupakan usaha transdisipliner yang menempatkan perempuan sebagai jenis interteks yang dituliskan dalam hubungan dengan berbagai hal. Oleh karena itu, Ruthven dalam Sofia (2009:23), pembicaraan yang baik dalam mencitrakan perempuan tergantung pada representasi yang dipilih untuk mewakilinya. Pembicaraan ini menggunakan bantuan ideologi  feminis yang mengklasifikasikan beberapa citra
Ruthven dalam Sofia (2009:24). Apabila sebuah penelitian images of women tertujuan untuk mengungkap seksesme dalam sastra, hal yang secara dekat terlihat adalah bagaiman perempuan  direpresentasikan. Selanjutnya akan ditemukan berbagai bentuk representasi, seperti representasi stereotype bidadari atau malaikat dan representasi stereotype makhluk jahat. Menurut Lieberman dalam Sofia (2009:24). Representasi ini terjadi karena konvensi sastra tidak pernah murni, melainkan merupakan tingkat peresapan paling halus dari pemahaman bahwa seksisme mempengaruhi sastra. Representasi tersebut juga terjadi Karen hidup tidak pernah diberikan dan dikonsepsikan sebelumny, melainkan selalu dan telah dikode secara budaya sehingga segala yang disaksikan dalam seni yang tampai sebagai hidup yang ganjil merupakan kesamaan sementara dari sebuah kumpulan kode dengan kode lainnya.
Mengingat fokus penelitian ini adalah pencitraan perempuan, pengertian citra perlu diperjelas. Citra merupakan sebuah gambaran pengalaman indra yang diungkapkan lewat kata-kata, gambaran berbagai pengalaman sensoris yang dibangkitkan oleh kata-kata. Sementara itu, Abrams dalam Sofia (2009:24), pencitraan merupakan kumpulan citra    (the collection of images) yang dipergunakan untuk melukiskan objek dan kualitas tanggapan indra yang dipergunakan dalam karya sastra, baik dengan deskripsi harfiah maupun secara kias.
           Pengungkapan citra dalam penelitian ini mengacu pada makna setiap gambaran pikiran. Gambaran pikiran adalah sebuah efek dalam pikiran yang sangat menyerupai gambaran yang dihasilkan oleh penangkapan pembaca terhadap sebuah objek yang dapat dilihat dengan mata, saraf penglihatan, dan daerah-daerah otak yang berhubungan atau yang bersangkutan (Pradopo, 1997:80). Dengan demikian, pengertian citra dalam penilitian ini ialah semua wujud gambaran mental spiritual dan tingkah laku keseharian perempuan yang menunjukkan perwajahan dan ciri khas perempuan kuasa.








BAB III
FEMINISME  DALAM NOVEL PECUN MAHAKAM
KARYA YATIE ASFAN LUBIS

A.    Tokoh
Dalam Novel Pecun Mahakam yang selanjutnya (PM) terdapat beberapa tokoh yang dibagi menjadi dua, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan.
            1.      Tokoh Utama
Tokoh utama dalam PM bernama Melody terlihat dalam kutipan dibawah ini.

Melody yang berhidung bangir, rambutnya sepanjang bahu, terurai lurus mengingatkan pada rambut sebuah jagung yang baru dipetik dari batangnya (Lubis, 2004:3)

                        Melody adalah nama samaran. Nama aslinya adalah Oditta, dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
Melody, itu nama samaran Oditta (Lubis,2004:36)
            Ia juga sering disapa Ody dan Odit
Dengan melenggak lenggok Ody berjalan menuju warung rokok (Lubis, 2004:12).

Den Ayu sayang banget sama Non Odit…(Lubis,2004:26)
Ada beberapa gambaran dari Melody
a.       Ciri-ciri Fisik
Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Melody digambarkan secara fisik memiliki hidung bangir, rambut sepanjang bahu terurai lurus. Dengan warna rambut yang agak cokelat seperti rambut jagung yang berwarna agak cokelat.
Selain itu Melody memiliki wajah cantik. Dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
“Lha kowe mengko dadi opo … jadi apa kamu nanti Cah Ayu?”
“Jadi ondel-ondel…. Cari suami sing sugih…” Oditta berjalan Menirukan ondel-ondel (Lubis, 2004:29).
Melody, itu nama samara Oditta, memang cantik luar biasa             (Lubis, 2004: 36).

Dari kutipan diatas, “cah ayu” memiliki arti anak cantik. Selain itu  Cantik identik dengan jenis kelamin  perempuan. Melody adalah  nama samaran dari Oditta.

b.      Keadaan Ekonomi
Mengenai kehidupan di rumahnya oditta termasuk gadis yang serba kecukupan
Melody yang untuk kedua kalinya dalam seminggu ini, menginap di rumah Budenya.Ia tak punya masalah apa-apa di rumahnya, apalagi yang namanya uang, toh ayahnya memberikan deposito yang cukup, tabungan yang selalu terpenuhi setiap bulan (Lubis,2004:65).

Dari kutipan di atas tokoh Oditta adalah gadis yang serba kecukupan. Tidak mempunyai masalah dalam bidang ekonomi, hal itu karena ayahnya selalu mencukupi kebutuhannya. Oditta adalah gadis yang boleh dikatakan beruntung karena bisa terpenuhi kebutuhaanya. Dia bisa membeli apapun yang dia suka.
c.       Watak
1)      Sopan
              Tokoh  Ody dalam keluarga mampu menjaga sikap sebagai seorang perempuan yang sopan yang merak ati, anteng, sehingga banyak teman yang menyukainya. Terlihat dalam kutipan di bawah ini.
Timpen selalu ternganga melihat pemandangan mesra semacam ini, “Den Ayu sayang banget sama Non Odit… lha wong ayu, merak ati, anteng, akeh kancane, yen ngomong nganggo syur… syur… syong… syong!” (Lubis, 2004:26).

              Kutipan ngomong nganggo syur… syur… syong… syong, sama artinya dalam berbicara menggunakan aturan bicara, enak didengar, mudah dipahami, tidak membuat bosan. Cara bicara tersebut menunjukkan kesopanan. Juga terdapat dalam kutipan dibawah ini.
“Den … Non Odit… nasi gorengnya den … keburu dingin”
“Iya mbok… Mbokku seng ayu dewe matur sembah suwun ya” Oditt mencoba menirukan cara budenya berkomunikasi dengan para pegawainya. Timpen tersipu-sipu mendengar basa-basi itu (Lubis, 2004:27).

            Dengan menirukan cara  budenya ternyata Odit dapat membuat Timpen tersipu-sipu. Odit tidak pernah merendahkan siapapun, termasuk sopir kekasihnya, Damar Wulan yang terlihat dalam kutipan berikut ini.
“Pagi dammar… pagi Bang Muin… “ sapa Oditta pada sopir pacarnya, Odit menggenitkan suaranya (Lubis, 2004:30).

2)      Suka Kebebasan
           Selain sopan, Ody juga suka pada kebebasan. Kebebasan melakukan apapun yang dia inginkan. Misalnya main hingga larut malam. Terlihat dalam kutipan di bawah ini.
“Lha kok pulang malem banget… sudah tahu ada ulangan … kapan belajarnya yang bener, Dit?” cecar Bude, namun mencoba tidak menyinggung  perasaannya (Lubis, 2004:27).

Selain pulang malam, Ody juga suka merokok dan berprofesi menjadi pekerja seks komersial. Hal itu terlihat dalam kutipan di bawah ini.
Melody memberikan selembar uang berwarna kemarahan pada Joko Dolog yang sengaja pasang badan, saat mobil itu mendekati daerah kekuasaannya, dengan melenggak lenggok Ody berjalan menuju warung rokok (Lubis, 2004:12).
“Mungkin karena aku pintar melayani mereka dan membuatnya merasa menjadi lelaki yang istimewa . I make them feel soooo  good”, Oditta mengepulkan asap rokoknya. (Lubis, 2004:12).
Bentuk pelayanan dari kutipan di atas adalah pelayanan terhadap lelaki hingga menjadikannya istimewa. Hal ini mengarah pada seks. diperkuat lagi dari kutipan berikut.
“Melody … doski pingin jadi brondongnya…” bisik arnel sambil pura pura minta api untuk menyalakan rokoknya.
Percuma man… dia sudah punya brondong mahasiswa… tajir …, keren…, cool, kalo ginian mah  (Lubis,2004:7).
Dari kutipan di atas, istilah brondong identik dengan seorang pelanggan PSK. Dikuatkan lagi dari kutipan di bawah ini.
Melody adalah salah satu dari jutaan pelacur yang ada di muka bumi ini (Lubis,2004:149).
           2.      Tokoh Tambahan
Ada beberapa tokoh tambahan dalam Novel Pecun Mahakam, diantaranya :
a.       Bapak Ibu Lamono
Bapak Ibu Lamono adalah orang tua dari Oditta. Terlihat dalam kutipan berikut.
Dengan wajah kusut, Bapak ibu Lasmono yang notobene orang tua Oditta mendengarkan penuturan Bude Lastri kakak kandung pak Lasmono (Lubis,2004:118).

b.      Benno
Benno  seorang mahasiswa. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.

Benno, si mahasiswa ganteng sedang serius di depan komputernya (Lubis,2004:68).



c.       Damar Wulan
Damar adalah kekasih dari Ody
Ody tak pernah membiarkan pelanggannya mengecup bibinya yang seksi… kecuali untuk Benno dan tentu Damar Wulan, kekasih di pagi hari… (Lubis,2004:17).


d.      Rocky
Tokoh Rocky terlihat dari kutipan di bawah ini.
Terdengar suara music up beat dari dalam sebuah mobil Pajero yang parker di kawasan  jalan Mahakam. Rocky, seorang remaja tampan tampak menahan kegugupan yang luar biasa (Lubis, 2004:2).

Dari kutipan di atas, Rocky memiliki wajah yang tampan juga seorang remaja yang kaya. Hal tersebut diperlihatkan melalui sebuah mobil Pajero yang dia miliki.

e.       Raden Ayu Lastri 
Dalam novel PM terdapat tokoh Raden Ayu Lastri. Diperlihatkan  dalam kutipan di bawah ini.

Perlahan Raden Ayu Lastri yang akrab dipanggil Bude Lastri, mengintip Ody yang masih tertidur nyenyak (Lubis,2004:22).

Bude Lastri bersifat penyayang, baik, perhatian. Dapat dilihat dalam kutipan berikut
Perlahan diselimutinya kaki keponakan kesanyangannya itu. Lampu meja di sisi tempat tidur dimatikan (Lubis,2004:22).

f. Joko “Bob” Dolog
            Joko Dolog adalah seorang GM yang mengatur transaksi antara PSK dengan pelanggannya. Terlihat dari kutipan di bawah ini.
Sejam yang lalu Seruni mengiyakan order yang kali ini di atur oleh Joko “Bob” Dolog, Germo kawasan bawah (Lubis,2004:141).


g.      Trida , Seruni, dan  Keke
Dalam novel PM terdapat juga tokoh Trida seorang pelacur.
“Elo sudah ketemu Joko Dolog?” Tanya Trida Khawatir (Lubis,2004:53).

Di ketahui seorang pelacur dari hubungan transaksi yang menunjuk pada Joko Dolog
Juga tokoh Seruni, terlihat pada kutipan berikut.
Seruni melangkah masuk apotik, ingin tahu apakah obat untuk ibunya sudah siap diracik (Lubis, 2004:139).
Seruni membiarkan tubuhnya yang seksi jadi bulan-bulanan cowok ABG berjumlah empat orang itu. Setiap gerakan yang dibuatnya membuat para ABG itu kian terangsang… (Lubis,2004:146).
Dari kutipan di atas terlihat jelas bahwa seruni juga seorang pelacur.
Keke diserahkan kepada Danny setelah abang iparnya memperkosanya (Lubis,2004:96).

Tokoh Keke terlihat dalam kutupan di atas. Keke berusia enam belas tahun, ia berasal dari Tasikmalaya. Terlihat dalam kutipan di bawah ini.
“Keke… Keke Rinjani,” sahut Keke, pecun berusia 16 tahun, berasal dari Tasikmalaya (Lubis,2004:95).





B.     Latar
Dalam Novel PM latar dibagi menjadi tiga, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial
1.      Latar Tempat
a.  Jakarta
Latar tempat dalam novel PM ini bertempat di kota Jakarta khususnya Jakarta Selatan. Terlihat dalam kutipan di bawah ini.
Saat jam istirahat di sebuah SMU Swasta di kawasan  Jakarta Selatan (Lubis,2004:34).
Rocky tampak sedang menikmati siomay di sebuah warung terkenal di kawasan Jakarta Selatan (Lubis,2004:34).

Selain sebuah SMU Swasta, latar tempat pada novel PM juga berada di kawasan Blok M Plaza dan di Jalan Mahakam. Terlihat dalam kutipan berikut.
Malam yang sama, di seberang Blok M Plaza (Lubis,2004:11).
Kawasan Mahakam di malam hari yang sama (Lubis,2004:133).

b.  Bandung
        Selain di kota Jakarta, latar tempat  pada novel PM berada di kota Bandung
Suatu siang di kawasan Cihampelas, Bandung (Lubis,2004:77).


           Juga diperlihatkan dengan logat sundanya. Bahasa Sunda biasanya digunakan di Kota Bandung. Terlihat pada kutipan berikut.

“Kalau abdi mah … pokoknya dibelanjaain baju keren, diajak muter-muter dengan mobil mewah … upami dikasih                 Rp. 300.000,- sampai Rp. 500.000,- itu mah namanya rezeki… masa kudu ditolak (Lubis,2004:79).


c.   Yogyakarta
Juga berada di kota Yogyakarta. Terlihat dari kutipan berikut.
Kawasan Alun-alun Selatan, Yogyakarta di malam hari (Lubis,2004:83).

2.      Latar Waktu
          Latar waktu dalam novel PM sekitar tahun 2000-an. Hal itu terlihat dari kutipan berikut.
Sial nasibnya … kena HIV dan akhirnya mati gantung diri di tahun 2000… Wah, pokoknya cerita soal putau disini macem-macem             (Lubis, 2004:103).
Juga dari kutipan berikut.
Kenape gua di sini? Gue denger dari temen-temen… lantas gua penasaran dan bergabung disini sejak tahun 2001 ( Lubis,2004:50).






3.      Latar Sosial
Yang menjadi latar sosial dalam novel Pecun Mahakam diantaranya
a.       Keadaan Ekonomi
             Dilihat dari keadaan kaum lelaki yang kebanyakan kelas atas, seperti Om Melky lelaki kaya yang uangnya banyak, Rocky anak orang kaya yang punya mobil Pajero, Benno seorang mahasiswa pengendara BMW C Class.  Tampak dalam kutipan di bawah ini.
“…. tapi kalo melayani gadun apalagi seperti Oom Melky tadi… dokunya man… apalagi hadiahnya… pokoknya asyik dan seru” Ody memamerkan segepok uang dari tasnya yang sedikit menganga (Lubis,2004:12).

BMW itu melesat kearah selatan ki motel langganan Benno dan Ody (Lubis,2004:16).

Terdengar musik up beat dari dalam sebuah mobil Pajero yang parker di kawasan Mahakam. Rocky, seorang remaja tampan tampak menahan kegugupanya (Lubis,2004:2)


b.      Cara Hidup Mewah dan Bebas
            Seperti yang dibutuhkan oleh gadis-gadis jaman sekarang yang membutuhkan barang barang yang serba mewah, seperti baju, tas, perhiasan, jalan jalan, nginep di hotel, makan direstoran, dan masih banyak lagi lainya. Kutipan di bawah ini memperlihatkan keinginan hidup mewah dari tokoh Ody.
For me… money is nothing… yang gua pingin adalah kebebasan untuk melakukan what want to do… itu gua yang kagak punya. Gua pingin gaul, makan direstoran keren, belanja, nginep di hotel bintang sepuluh. Mana mungkin semua keinginan itu jadi kenyataan kalo gua pukul Sembilan kudu cuci kaki and bobo, kudu belajar siang dan malam… papa, mama bude kagak pernah tahu … kalo utek gue ini udah cape mikir. (Lubis, 2004: 65)

Selain Ody, gadis-gadis lain juga memeliki keinginan yang sama, hidup mewah. Tampak pada kutipan di bawah ini.
“Gue sih paling demen melayani boss yang sedang rapat di atas….tipsnya gede. Gue makan enak dan kenyang, dibelanjain segala macem… nginep di hotel mewah” (Lubis,2004:78).
Imas memamerkan anting-anting berlian, arloji Rolex yang melingkar di pergelangannya. Cincin mahal yang menghiasi jemarinya. Gaun merek, tas, sepatu mewah yang dikenakannya. Really Branded (Lubis,2004:78).

c.       Keluarga Tidak Harmonis
            Masalah keluarga juga menjadi bagian dari latar sosial, karena ketidak harmonisan sangat berpengaruh pada keluarga.
Iyya… tapi Odit selalu bentrok sama papa, mama! Gak tahu cara ngomongnya! Odit baru bilang baru bilang satu kalimat, papa dan mama langsung nyerocos sampai berjam… jam Odit selalu di sudutkan (Lubis,2004:114).

             Ketidak harmonisan juga dirasakan oleh keluarga Keke. Keluarganya berantakan lantaran papa dan mamanya bercerai, perceraian itu terjadi karena adanya perempuan kedua yang dimiliki papanya. Lebih-lebih lagi perempuan itu sebaya dengan Keke. Terlihat dalam kutipan di bawah ini.
“Gua ini sakit hati… papa dan mama bercerai… gara-gara papa berselingkuh… tahu enggak pacar papa itu seumur gua… Gua benci, cemburu sama dia yang telah menyingkirkan mama dari kehidupan papa yang semula adem ayem… (Lubis,2004:96).
C.     Feminisme
              Dari novel Pecun Mahakam ini ada beberapa hal yang akan dibahas dari kajian feminisme, diantaranya sebagai berikut.
       1.      Perempuan Di Mata Laki-Laki
            Ada beberapa anggapan yang menerangkan bahwa perempuan di mata laki-laki adalah penurut dan mudah ditaklukan, menyenangkan hati dan objek seks, merupakan objek kekerasan psikis dan fisik. Hal itu dijelaskan sebagai berikut.
a.       Penurut dan Mudah Ditaklukan
            Seorang perempuan di mata laki-laki adalah  makhluk penurut dan mudah ditaklukan. Sifat penurut itu timbul karena perempuan merasa dikuasai oleh kaum laki-laki. Bisa jadi seandainya sifat penurut itu tidak ada akan terjadi kekerasan kaum laki-laki terhadap perempuan. Sama halnya dengan tokoh Ody yang menurut pada Joko “Bob” Dolog, GM-nya. Ody mengikuti perintah Joko Dolog karena Ody berada di bawah kekuasaan Joko Dolog. Sifat penurut itu ditunjukkan pada kutipan di bawah ini.

“Hei elo…udah jangan lama-lama istirahotnya… tuh … udah disamperin brondong elo itu sudah hampir 3 jam nunggu di sono…” tunjuk Bob pada mobil Benno. Melody tersenyum riang tapi juga surprise mendengar keterangan GM-nya yang satu ini.
Dengan sigap, Ody membenahi rambut dan make upnya, cepat-cepat menyemprot wewangian kebalik telinganya………. Dicoleknya pinggang Ody yang melangkah kearah mobil Benno              (Lubis,2004:12-13).

                        Dari kutipan di atas yang menerangkan sifat penurut adalah pada saat Ody dengan sigap membenahi rambut dan make upnya, cepat-cepat menyemprot wewangian kebalik telinganya…. Dicoleknya pinggan Ody yang melangkah kearah mobil Benno. Langkah Ody menuruti kemauan Bosnya untuk kembali bekerja melayani langganannya membuat urusannya menjadi lancar, tidak timbul suatu kekerasan, seandainya pada novel PM, Ody tidak menuruti perintah Joko Bob, mungkin saja Joko Bob bisa marah karena ia yang berkuasa di daerah itu.
            Sifat penurut perempuan kepada laki-laki  itu timbul karena adanya rasa percaya perempuan kepada laki-laki.
Dengan gemas, dipeluknya tubuh Oditta, yang terlanjur rapat dengan tubuhnya. Dicarinya bibir pacar cantiknya itu. Mereka beberapa saat bercumbu… Dammar sudah lebih santai dan Oditta melempar topeng keluguannya… bahkan cewek cantik itu membiarkan tangan nakal Damar menggerayangi bagian-bagian tubuh Ody (Lubis,2004:162).

             Dari kutipan di atas rasa percaya itu timbul karena Damar adalah kekasih dari Oditta. Hubungan kekasih itu yang menimbulkan Ody sebagai seorang perempuan memiliki rasa percaya pada kekasihnya yang akan selalu menjaganya. Biarpun tubuh Ody digerayangi Damar Ody rela, terlebih lagi dengan rasa percaya diri Ody melempar keluguannya.
                        Selain tokoh Ody panggilan dari Oditta yang juga Melody, Trida juga memiliki sifat penurut, yaitu sifat alam yang dimiliki oleh seorang perempuan. Dalam kutipan di bawah ini menunjukkan sifat penurut Trida sebagai seorang perempuan.
Trida membiarkan  tubuhnya dipemainkan sesuka hati oleh si Oom. Toh ia tak bisa menolak perlakuan itu…(Lubis,2004:47).

                        Sikap pasrah Trida ini dilakukan karena ia tak dapat menolak, sudah ada transaksi sebelumnya sebagai perjanjian kerja. Transaksi yang menjadikan Trida menurut terlihat dalam kutipan berikut.
Okay Sayang? Kita pergi yuk…” ajak Trida saat melihat Bob dari kejauhan memberikan isyarat. “Beres… uang sudah di tangan sekarang waktunya memberi pelayanan…” kira-kira begitulah arti body language germonya itu (Lubis,2004:45).

            Sifat penurut Trida pada kutipan di atas karena adanya hubungan yang saling menguntungkan. Trida menurut, membiarkan tubuhnya dipermainkan sesuka hati oleh si Oom, dia tidak dapat menolak karena dari transaksi Bob dengan Oom itu, Trida mendapatkan imbalan bayaran setelah melayani Oom tadi.
b.      Menyenangkan hati dan objek seks
            Tidak dipungkiri, sebagai seorang lelaki tak ada yang tidak kagum dengan perempuan. Kekaguman itu timbul karena perempuan mampu menyenangkan hati sekaligus menyenangkan objek seks. Terlihat dalam kutipan berikut.
Gadis cantik primadona pecun Mahakam itu melambaikan tangan. Oom Melky, “Gadun” yang selalu menghujaninya dengan hadiah-hadiah, tersenyum genit dan melemparkan “ciuman udara” bagi gadis remaja yang baru saja membuatnya terbang ke langit ke tujuh. Ia merasa perkasa banget! (Lubis,2004:11).

            Dari kutipan di atas, laki-laki merasa senang dengan perempuan bukan semata sifat dasar laki-laki yang selalu suka dengan perempuan.  Kesenangan itu karena adanya usaha dari perempuan, yang merupakan hasil perjuangannya agar tetap di percaya oleh laki-laki. Seperti yang dilakukan Melody, yang telah membuat Oom Melky merasa perkasa banget. Sehingga Oom Melky rela memberikan apapun untuk mengganti rasa puasnya itu dengan memberikan banyak hadiah kepada Melody.
c.       Objek Kekerasan
Objek kekerasan ada dua, yaitu kekerasan fisik dan kekerasan psikis
1)      Kekerasan Fisik
          Ada beberapa tokoh yang mengalami kekerasan fisik dalam novel PM. Bagi laki-laki kekerasan terhadap perempuan, itu adalah hal yang wajar. Kekerasan fisik yang dimaksud adalah kekerasan terhadap anggota badan. Bentuk kekerasan fisik itu terjadi pada Keke. Ia  mendapat kekerasan fisik saat diperkosa oleh kakak iparnya. Terlihat dalam kutipan berikut ini.
Keke diserahkan kepada Danny setelah abang iparnya memperkosanya (Lubis,2004:96).

             Selain Keke, yang mengalami kekerasan fisik adalah Seruni. Seruni mendapat kekerasan fisik terbukti dari luka memar pada lehernya. Selain luka memar juga kekerasan saat diperkosa pemilik toko di tempat Seruni bekerja. Hal itu terlihat pada kutipan                      di bawah ini.
Seruni menunjuk lehernya. Beberapa bekas pukulan sembab membiru, bertebaran di parasnya yang masih begitu polos dan imut (Lubis,2004:136).

                 Bentuk kekerasan yang terjadi pada Seruni dilakukan oleh laki-laki. Terlihat dalam kutipan berikut.
“Punya gua sakit… berdarah mungkin juga tambah robek lho Mbak… Kurang ajar banget cowok-cowok itu. Kalau tidak ketemu  Mbak tadi malam, mungkin sampai sekarang gue belon nyampe rumah... thanks banget ya Mbak Ody…”(Lubis,2004:137).

                 Kekerasan yang dilakukan laki-laki karena ia merasa bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah, dari kutipan di atas kenyataan bahwa wanita terlihat lemah.
2)      Kekerasan Psikis
            Kekerasan psikis adalah kekerasan yang mengarah pada kekerasan batin seseorang, dalam hal ini adalah kekerasan terhadap batin perempuan. Kekerasan psikis bisa muncul akibat dari kekerasan fisik yang di dapat. Misalnya saja kasus perkosaan. Disamping kekerasan fisik kasus perkosaan juga menyisakan kepedihan yang sangat mendalam bagi korban karena keperawanannya telah terenggut. Sama halnya dengan Seruni. Ia mendapatkan kekerasan psikis setelah di perkosa kemudian di usir oleh ibu yang punya warung itu lantaran suaminya menfitnah Seruni dengan membuat cerita bohong, kalau seruni mencuri sembako. Terlihat dalam kutipan di bawah ini.
“Boro-boro dapet duit buat ongkos nyokap fisioterapi… gua malah diusir si ibu warung yang nuding gue nyuri sembako di sana… suaminya yang gatel itu bikin cerita bohong… sekali lagi ia mencolek pantat gua! …..setelah gua diperkosa” (Lubis,2004:137).

            Dari kutipan di atas, betapa sakitnya batin Seruni, ia bekerja mencari uang untuk ongkos ibunya fisioterapi yang membutuhkan uang tidak sedikit. Tetapi apa yang di dapat, ia malah di usir karena dituduh telah mencuri sembako setelah di perkosa. Itu merupakan kekerasan batin yang dialami perempuan yang seharusnya mendapatkan bantuan.

         2.      Kekuatan Perempuan
a.       Mampu memberikan pemahaman
            Dari beberapa kekuatan perempuan salah satunya adalah mampu memberikan pemahaman. Pemahaman yang dimaksud adalah pemahaman terhadap laki-laki. Pemahaman itu diberikan kepada kaum laki-laki karena  perempuan melihat adanya persimpangan jalur keputusan yang berseberangan, sehingga keputusan yang diperoleh nanti berpihak kepada perempuan. Adapun cara memberikan bentuk pemahaman itu salah satunya dengan sikap keterbukaan perempuan akan keberadaannya, kekurangannya sebagai perempuan. Terlihat dalam kutipan di bawah ini.
“Emang bener nih, elo mau pacaran ame gua?...” pancing Oditta
“Swear sayang… swear… sumpah mati…” jawab Damar sambil menempelkan bibirnya di bibir Odit yang menantang birahinya.
“Elo masih cinta ame gua kalau ternyata gua ini brengsek, amburadul… ngewe sana, ngewe sini…” Oditta berusaha membuka tabir rahasiannya. Damar terkejut mendengar pernyataan yang ceplas-ceplos itu (Lubis,2004:162).

                        Dari kutipan di atas dengan memberikan pemahaman berupa keterbukaan tadi malah membuat Damar kekasihnya terkejut bahkan tidak percaya. Sikap terkejut Damar ini merupakan proses dalam mengambil keputusan yang spontan. Sehingga untuk menyakinkan dirinya, Damar secara tidak langsung bertanya balik kepada Melody.
“Ngewe sana… ngewe sini … emangnya elo perek… pecun?” Damar tertawa untuk membunuh pikiran negatifnya (Lubis,2004:162).

Sikap Damar yang belum percaya ini akhirnya mendapat jawaban dari Oditta dengan sikap percaya dirinya. terlihat dari kutipan di bawah ini.
“Kalau emang iya … gimana?” kali ini Oditta menatapnya dalam-dalam. Mobil Damar berhenti di kegelapan malam (Lubis,2004:162).

            Bentuk pengakuan Oditta pada kutipan di atas, membuat Damar menghentikan mobilnya. Dengan penuh harap-cemas Oditta pun menunggu jawaban dari Damar pada saat Oditta menatap Damar yang begitu dalam. Dari proses pemahaman yang telah terlihat di atas akhirnya Damar memberikan sebuah jawaban mengenai hubungan mereka. Terlihat pada kutipan di bawah ini.
“What ever may happens… who ever you are… I’m going to love you forever… “ ucap Damar dengan kefasihannya yang luar biasa. Dengan gemas, dipeluknya tubuh Oditta yang terlanjur rapat dengan tubuhnya (Lubis,2004:163).

             Kekuatan yang dimiliki Oditta dalam memberikan pemahaman ternyata mampu membuat Damar sebagai laki-laki memberikan keputusan yang berpihak pada Oditta sebagai perempuan.
b.      Berani menolak dan mengutarakan pendapat
            Perempuan untuk memperjuangkan keperempuanannya di hadapan laki-laki harus berani menolak dan mengutarakan pendapat. Namun sikap tersebut harus di dasari keberadaan perempuan pada saat itu. Apakah ia berada di bawah ataukah di atas dalam arti sebuah kedudukan.  Bentuk penolakan perempuan terhadap laki-laki ini dilakukan oleh Ody. Terlihat pada kutipan berikut.
“Adu sorry broer… gue kudu pulang sekarang… cukup Rocky saja! Besok gua ada ulangan… gila… gila…” Ody bergegas memanggil taksi, dan membiarkan calon kliennya terngaga bengong. Secepat itu pula Joko “Bob” Dolog sang “General Manager” mendekati cowok yang bermuka kecut itu  (Lubis,2004:64).

             Meskipun Ody dalam status kedudukan berada di bawah kekuasaan Joko “Bob” Dolog, Ody tetap berani menolak melayani kliennya itu. Sebuah berani menolak ini tentunya ada alasan, yaitu besok Ody akan ada ulangan di sekolahnya. Lebih dari itu karena Ody di kawasan itu telah mendapat predikat sebagai Primadona Pecun Mahakam. Sehingga ia bisa menentukan apa yang ia inginkan. Predikat Primadona terlihat dari kutipan berikut ini.
Siapa yang tidak kenal Melody sang primadona…yang pinter membuat semua laki-laki mabok kepayang setiap mencicipi selangkangannya… coba bilang (Lubis,2004:36).

c.       Dapat memutuskan masalah
            Seorang perempuan mampu memutuskan masalah yang sedang dihadapi. Sehingga dapat menentukan kearah mana ia harus melangkah. Seperti dalam PM, Ody dapat memutuskan bagaimana langkah terbaik dalam hidupnya. Ody berani memutuskan untuk berhenti ngewe sebagai pekerja seks. terlihat dalam kutipan di bawah ini.
Oditta tertunduk lama dan angkat bicara, “Gue udah memutuskan untuk tidak “ngantor” lagi… sama seperti Tatat, gua juga jenuh dengan life style yang telah menyesatkan hidup gua… gua pingin juga seperti Julia Roberts.. ketemu cowok ganteng, kaya… baik, tidak peduli gua ini bekas picun.. menikah dengan gua… punya anak… and so on… ang so on…” matanya menerawang jauh (Lubis,2004:170).

            Keputusan yang di ambil Oditta menunjukkan bahwa perempuan mampu mengambil keputusan sebagai upaya untuk melangkah kedepan yang lebih baik. Ada harapan yang cerah yang terlihat pada mata Ody. Selain harapan, alasan lain karena Ody merasa telah jenuh dengan sepak terjangnya, life style yang telah menyesatkan sebagai seorang pecun, keputusan itu di ambil karena ia ingin seperti Julia Roberts tokoh dalam film yang bisa menikah, mempunyai anak, sekalipun dirinya bekas pecun.
         3.      Eksistensi Perempuan
            Eksistensi sama artinya dengan keberadaan, jadi eksistensi perempuan adalah keberadaan perempuan agar dirinya diakui oleh pihak laki-laki atau sesama jenisnya. Eksistensi perempuan dapat terakui apabila ia telah mendapatkan hak-haknya seperti yang dimiliki laki-laki atau bahkan lebih. Dari hasil perjuangannya itu secara penuh mendapatkan hak-haknya yang antar lain sebagai berikut.
a.       Hak memilih pasangan
Berbeda dengan cerita Siti Nurbaya yang tidak memiliki hak memilih pasangan. Eksistensi perempuan dapat terakui bilamana ia telah mendapat hak penuh untuk memilih pasangannya sendiri. Pada novel PM hak memilih terlihat pada saat Melody menolak untuk berkencan dengan gadun. Seperti tampak pada kutipan di bawah ini.
“ aduh sory broer, gue kudu pulang sekarang. Cukup Rocky saja. Besok gua ada ulangan … gila… gila” Ody bergegas memanggil taksi dan membiarkan calon cliennya ternganga bengong            (Lubis, 2004:64).

          Sikap Ody menolak untuk melayani calon cliennya kerena memiliki beberapa alasan. Pertama Ody pagi harinya harus mengikuti ulangan di sekolah. Alasan ini yang digunakan sebagai alasan untuk menolak kliennya.


b.      Hak menentukan gaya hidup (Life Style)
              Banyak sekali cara pandang mengenai gaya hidup. Pada novel PM ini perempuan dapat menentukan gaya hidup yang mereka sukai, tanpa ada campur tangan dari orang lain. Terlihat pada tokoh Ody yang suka keluar malam untuk mendapatkan sebuah kebebasan dan bergaya hidup mewah. Terlihat dalam kutipan berikut.
“Lha kok pulang malem banget… sudah tahu ada ulangan … kapan belajarnya yang bener, Dit?” cecar Bude, namun mencoba tidak menyinggung  perasaannya (Lubis, 2004:27).

Nyonya Lasmono menghela napas. Terkadang timbul kecurigaannya, dari mana Oditta mendapatkan tambahan uang saku… karena ia bisa membeli barang-barang bagus. Begitu konsumtif… begitu trendy … ya bajunya, sepatunya, tasnya… koleksi wignya… (Lubis,2004:199).

              Dari kutipan di atas terlihat dari barang-barang kepunyaannya yang serba mewah, dia dapat menentukan sendiri kemana ia harus melangkah, tanpa meminta pertimbangan dari orang lain. Sekalipun orang-orang terdekatnya, keluarganya, lebih-lebih orang tuanya mencurigai hal tersebut.  Kecurigaan itu diperlihatkan oleh ibunya, Nyonya Lasmono, dari mana Oditta mendapatkan tambahan uang saku hingga ia dapat membeli barang barang mewah.
Gaya hidup yang diperlihatkan Melody yang lain yaitu ia suka merokok. Diperlihatkan pada kutipan berikut ini.
Ody berjalan menuju warung rokok, Ody mengepulkan asap rokoknya. “so good… so good…” ia mencoba melagukan lirik lagu pop milik James Brown! (Lubis,2004:11-12).

Bagi sebagian orang beranggapan bahwa perempuan merekok itu melampaui batas kodrat sebagai perempuan. Namun tanpa menghiraukan orang lain Ody tetap saja merokok dengan enaknya.
c.       Hak memperoleh penghasilan lebih
              Dari hasil jerih usahanya perempuan mendapatkan hak yang sama bahkan lebih dari laki laki. seperti Melody yang hanya memberikan selembar uang berwarna kemerahan yang mengarah pada uang seratus ribu, sebagai GM-nya Joko Bob menerima saja karena ia hanya sekedar mengatur jadwal saja. Padahal Ody waktu itu mendapat uang lebih banyak dibandingkan yang diberikan pada GMnya itu. Terlihat pada kutipan di bawah ini.
Melody memberikan selembar uang berwarna kemerahan pada Joko Bob Dolog yang sengaja padang badan, saat mobil itu mendekati “daerah kekuasannnya”. Dengan melenggak lenggok, Ody berjalan menuju warung rokok (Lubis,2004:11).

Bandingkan dengan kutipan berikut yang memperlihatkan uang Ody dari hasil melayani Om Melky tadi.
Apalagi seperti Oom Melky tadi … dokunya man… apalagi hadiahnya… pokoknya asyik dan seru…” Ody memamerkan segepok uang dari tasnya yang sedikit menganga (Lubis,2004:12).

              Perbandingan uang yang diserahkan Ody kepada Joko Bob tidak seberapa jika dibandingkan bayaran yang di terima dari Oom Melky. Disini memperlihatkan bahwa ia telah mendapat hak-haknya lebih daripada                Joko Bob, GMnya.
d.      Hak mendapatkan jaminan kesehatan
              Hak mendapat kesehatan itu sangat penting karena menentukan kehidupan selanjutnya. Ody yang terlambat bulan merasa khawatir, ada tanda tanya dalam dirinya. Apakah ini tanda-tanda kehamilan atau sekedar masalah hormon saja. Akhirnya Budenya mengantarkan ke lab untuk di periksa. Terlihat dalam kutipan di bawah ini.
“Okey… aku akan antar kamu ke lab… mudah mudahan hanya masalah hormon… kowe ra bakal meteng… kowe isih cilik (Lubis,2004:169).

              Bentuk jaminan kesehatan itu terlihat pada saat Budenya akan mengantarkan ke laboraturium agar di periksa. Akhirnya dari hasil lab itu Ody tahu bahwa dia tidak hamil setelah ia membaca hasil tes kehamilan. Terlihat dalam kutipan berikut.
Ia lantas menbacanya satu per satu, “Oh yang ini hasil tes kehamilan… ternyata gua kagak hamil… Bude lega sekali (Lubis,2004:171).
Karena telah mendapatkan hak-haknya sebagai perempuan dari hasil perjuangaanya maka eksistensi perempuan itu dapat dikatakan terakui.




BAB IV
PENUTUP
  1. Simpulan
           Feminisme adalah suatu perjuangan kaum perempuan untuk diakui eksistensinya. Dengan berbagai usaha, inisiatif, dan kreativitas sebagai bekal melangkah, kaum perempuan dapat menunjukkan bahwa ia mampu berdiri dan melangkah tanpa ada belas kasihan dari orang lain, apalagi dari kaum adam.
            Dalam novel Pecun Mahakam karya Yatie Asfan Lubis terdapat aksi feminisme yang ditunjukkan dengan tiga kriteria analisis. Pertama, adanya pandangan dari kaum laki-laki terhadap perempuan yang di dalamnya terlalu menyudutkan perempuan. Seperti Melody yang menurut pada Joko Bob Dolog GM-nya agar tidak ada perlawanan dengan Joko Bob Dolog. Kedua, adanya kekuatan perempuan sebagai landasan perjuangan kaum perempuan untuk memperjuangkan eksistenisnya agar diakui oleh kaum adam atau sesama jenisnya. Di antarannya Melody yang berani memutuskan tidak ngantor di kawasan Mahakam serta akan memutuskan menolak melayani kliennya. Ketiga terpenuhinya hak-haknya sama seperti kaum adam bahkan lebih yang didapat dari hasil perjuangannya.  
Keberhasilan aksi feminisme pada novel PM dilihat dari kaum perempuan yang dapat mendapatkan hak-haknya sama seperti laki-laki. Hak-hak itu antara lain hak memilih pasangan, hak menentukan gaya hidup, hak memperoleh penghasilan lebih, dan hak mendapatkan jaminan kesehatan
  1. Saran
Tidak ada karya sastra yang sempurna bila karya sastra itu telah di baca bahkan telah dianalisis oleh banyak orang. Dengan adanya penelitian seyogyanya karya sastra yang bermunculan menjadi lebih bernilai.
Seperti novel Pecun Mahakam Karya Yatie Asfan Lubis. Meskipun dalam penyajiannya ringan tetapi dalam bentuk kandungan memiliki makna yang perlu di gali lebih dalam.
Timbulnya satu kebebasan untuk mententukan langkah hidup bukan karena keadaan yang meminta. Semua terjadi karena lalainya setiap individu dengan individu lain. Kelalaian itu disebabkan karena setiap individu merasa bahwa garapan hidupnya paling penting sehingga melalaikan individu disekitarnya.









DAFTAR PUSTAKA

Arivia, Gadis. 2003. Filsafat Bersperspektif Feminis. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.
Baboroh, Umul. 2002. Poligami dalam Pandangan Mufasir dan Fukaha dalam Sukri, Sri Suhandjati. (ed). Bias Jender dalam Pemahaman Islam. Yogyakarta: Gama Media.
Budianta, Melani. 2002. Pendekatan Feminis terhadap Wacana: Sebuah Pengantar dalam Budiman, Kris (ed). Analisis Wacana: Dari Linguistik Sampai Dekonsentruksi. Yogyakarta: Kanal.
Fakih, Mansour. 1999. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kridalaksana, Harimurti, dkk.1999. Kamus Besar Bahsa Indonesia. Jakarta:       Balai Pustaka.
Lubis, Yatie Asfan. 2004. Pecun Mahakam. Yogyakarta: Media Presindo
Megawangi, Ratna. 1999. Membiaarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru Tentang Relasi Jender. Jakarta: Mizan.
Noor, Redyanto. 2005. Pengantar Pengkajian Sastra, Semarang : Fasindo.
                             2007, Pengantar Pengkajian Sastra, Semarang : Fasindo
Nurgiyantoro. Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gama Press.
Pradopo, Rachmat Djoko. 1997. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ridjal, Fauzie dkk. 1993. Dinamika Gerakan Perempuan Indonesia, Yogyakarta:   PT Tiara Wacana Yoga
Sofia, Adip. 2009. Aplikasi Kritik Sastra Feminis, Perempuan dalam Karya-karya Kuntowijoyo. Yogyakarta: Citra Pustaka.
Sudjiman, Panuti. 1988. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gama Press.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:   Balai Pustaka

















SINOPSIS

Melody gadis yang cantik berasal dari keluarga mampu. Mempunyai orang tua yang serba sibuk mengurusi pekerjaannya serta mamanya yang aktif dalam kegiatan sosial.
Melody nama samaran dari Oditta, gadis SMU Swasta di Jakarta Selatan. Selain belajar, ia juga memiliki profesi sebagai seorang pecun (perek culun), sama halnya dengan temannya, Trida dan Seruni. Di kawasan Jalan Mahakam Melody dan teman seprofesinya ngantor. Dia mempunyai brondong bernama Benno, mahasiswa Tri Sakti dan juga memiliki pacar, Damar namanya. Damar satu sekolahan dengan Oditta.
Gadis yang sering disapa Odit melakoni profesinya sebagai pecun merupakan bentuk kebebasan yang diinginkannya. Dia ingin hidup serba mewah seperti halnya Trida, Seruni, dan Keke. Mereka tak mau dipanggil pelacur, entah apa sebabnya. Yang jelas budaya konsuftiflah yang menjerat mereka hingga masuk dalam kekuasaan Joko Bob Dolog, GM para pecun kawasan Mahakam.
Keluarganya belum ada yang mengetahui sepak terjang Oditta, hingga suatu ketika Oditta memutuskan untuk berhenti ngantor.
Pada saat Damar mengantar kekasihnya, Oditta, ia terkejut karena Oditta membuat pengkuan bahwa dia seorang pecun yang ngewe sana-sini. Damar yang telah terlanjur jatuh hati menerima apa adanya seorang Oditta.





TENTANG PENGARANG

Yatie Asfan Lubis, wanita berdarah minang berusia 64 tahun, pada tahun 1968 menikah dengan Asfan Lubis, seorang Perwira Zeni Angkatan Darat. Ibu dari Refine, Verena dan Rofano, mertua dari Yakob Ahmad. Ia menempatkan kegiatan menulis dalam urutan kedua setelah tugas murninya, membahagiakan suami, anak, menantu dan cucunya.
Mematuhi perintah ayahnya untuk mempelajari hukum dan kuliah di Universitas Airlangga dan Brawijaya. Tetapi ia tetap menekuni minat dan hobi menulisnya. Tulisan-tulisannya berbentuk cerpen bermunculan saat ia masih duduk di bangku SMA dan Perguruan Tinggi.
Karirnya berawal sebagai wartawan di majalah Femina. Selama 15 tahun, tugas-tugas jurnalistik banyak membawanya ke penjuru tanah air dan manca-negara, memperkaya pelangi imaji-imajinya dalam bentuk tulisan-tulisan yang kian beragam.
Dari cetak, ia menggeluti dunia broadcasting. Bersama Helmy Yahya, Kepra, Tantowi Yahya, Kushendratmo, membantu Ani Sumadi memproduksi acara-acara yang ditayangkan di beberapa stasiun televisi.
Terpikat pada dunia radio, ia menjadi penyiar di radio Top FM selama 2 tahun. Memantapkan diri sebagai penyiar di acara prime time sore hari, ia bertanggung jawab atas acara, “Delta Afternoon Show”. Setiap sore (1995-2000) suara Yatie  menghibur para pendengar radio 99,5 Delta FM.